MAKALAH Distribusi Kekuasaan Dan Kebijakan Publik

 
BAB II

PEMBAHASAN

1. Distribusi Kekuasaan
2.1Pengertian Distribusi Kekuasaan (Pembagian Kekuasaan)
Pembagian kekuasaan terdiri dari dua kata, yaitu “pembagian” dan “kekuasaan”. Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) pembagian memiliki pengertian proses menceraikan menjadi beberapa bagian atau memecahkan (sesuatu) lalu memberikannya kepada pihak lain. Sedangkan kekuasaan adalah wewenang atas sesuatu atau untuk menentukan (memerintah, mewakili, mengurus, dsb) sesuatu. Sehingga secara harfiah pembagian kekuasaan adalah proses menceraikan wewenang yang dimiliki oleh Negara untuk (memerintah, mewakili, mengurus, dsb) menjadi beberapa bagian (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) untuk diberikan kepada beberapa lembaga Negara untuk menghindari pemusatan kekuasaan (wewenang) pada satu pihak/ lembaga.
Moh.Kusnardi dan Harmaily Ibrahim memaknai pembagian kekuasaan berarti bahwa kekuasaan itu memang dibagi-bagi dalam beberapa bagian (legislatif, eksekutif dan yudikatif), tetapi tidak dipisahkan.Hal ini membawa konsekuensi bahwa diantara bagian-bagian itu dimungkinkan ada koordinasi atau kerjasama (Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1988: 140).
Jimly Asshiddiqie yang mengatakan kekuasaan selalu harus dibatasi dengan cara memisah-misahkan kekuasaan ke dalam cabang-cabang yang bersifat checks dan balances dalam kedudukan yang sederajat dan saling mengimbangi serta mengendalikan satu sama lain, namun keduanya ada kesamaan, yaitu memungkinkan adanya koordinasi atau kerjasama. Selain itu pembagian kekuasaan baik dalam arti pembagian atau pemisahan yang diungkapkan dari keduanya juga mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk membatasi kekuasaan sehingga tidak terjadi pemusatan kekuasaan pada satu tangan yang memungkinkan terjadinya kesewanang-wenangan
Pada hakekatnya pembagian kekuasaan dapat dibagi ke dalam dua cara, yaitu (Zul Afdi Ardian, 1994: 62):
1. Secara vertikal, yaitu pembagian kekuasaan menurut tingkatnya.Maksudnya pembagian kekuasaan antara beberapa tingkat pemerintahan, misalnya antara pemerintah pusat dengan dan pemerintah daerah dalam negara kesatuan, atau antara pemerintah federal dan pemerintah negara bagian dalam suatu suatu negara federal.
2. Secara horizontal, yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsinya. Dalam pembagian ini lebih menitikberatkan pada pembedaan antara fungsi pemerintahan yang bersifat legislatif, eksekutif dan yudikatif.

Menurut John Locke, dalam bukunya yang berjudul “Two Treaties of Goverment” mengusulkan agar kekuasaan di dalam negara itu dibagi dalam organ-organ negara yang mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Menurut beliau agar pemerintah tidak sewenang-wenang, maka harus ada pembedaan pemegang kekuasaan-kekuasaan ke dalam tiga macam kekuasaan,yaitu:
1. Kekuasaan Legislatif (membuat undang-undang)
2. Kekuasaan Eksekutif (melaksanakan undang-undang)
3. Kekuasaaan Federatif (melakukan hubungan diplomtik dengan negara-negara lain).
Pendapat John Locke inilah yang mendasari muncul teori pembagian kekuasaan sebagai gagasan awal untuk menghindari adanya pemusatan kekuasaan (absolut) dalam suatu negara.
Konsep Trias Politica Montesquieu
Menurut Montesquieu seorang pemikir berkebangsaan Perancis mengemukakan teorinya yang disebut trias politica.Dalam bukunya yang berjudul “L’esprit des Lois” pada tahun 1748 menawarkan alternatif yang agak berbeda dari pendapat John Locke. Menurut Montesquieu untuk tegaknya negara demokrasi perlu diadakan pemisahan kekuasaan negara ke dalam 3 organ, yaitu:
a) Kekuasaan Legislatif (membuat undang-undang).
b) Kekuasaan Eksekutif (melaksanakan undang-undang).
c) Kekuasaaan yudikatif (mengadili bila terjadi pelanggaran atas undang-undang)

2.2Pemikiran Pembagian Kekuasaan
Pembagian kekuasaan sebagaimana ditetapkan dalam undang-undang 1945 merupakan bagian intergral dari hakekat hidup berbangsa dan bernegara yang berdasarkan demokrasi. Pembagian tersebut meliputi dengan mengedepankan prinsip checks and balances system. Di bidang legislatif terdapat DPR dan DPD; di bidang eksekutif terdapat Presiden dan Wakil Presiden yang dipilih oleh rakyat; di bidang yudikatif terdapat Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial; dan di bidang pengawasan keuangan ada BPK. Namun demikian, dalam pembagian kekuasaan antar lembaga negara terdapat kedudukan dan hubungan tata kerja antar lembaga negara yang mencerminkan adanya kesamaan tujuan dalam penyelenggaraan negara.

2.3Esensi Pembagian Kekuasaan
Berdasarkan Undang-undang 1945 Indonesia adalah penganut sistem pembagian kekuasaan (division of power) bukan pemisahan kekuasaan (separation of power) sebagaiaman sistem pemisahan kekuasaan yang dianut oleh Amerika Serikat. Adapun esensi pembagian kekuasaan itu dalam Negara adalah untuk mencegah menumpuknya kekuasaan di tangan satu orang sehingga bisa menimbulkan kecenderungan terjadinya penyalah gunaan  kekuasaan (abuse of power).
Dalam sebuah Negara ada dua alasan kenapa dalam sebuah Negara menganut sistem pembagian kekuasaan atau pemisahan kekuasaan, alasan pertama adalah terkait dengan sejarah berdirinya suatu Negara bersangkutandan fakta yang terdapat di masyarakat, seperti kondisi geografis, masyarakat pluraris atau bagaiamana pendiri Negara bersangkutan mengadopsi sistem ketata negaraan yang dianut oleh Negara lain. Kemudian yang kedua terkait dengan dengan Negara yang pernah menjajah Negara bersangkutan (bekas jajahan Negara lain)

2.4Asas-asas Pembagian Kekuasaan
Dimuka sudah disinggung tentang pembagian kekuasaan Negara yaitu eksekutif, legislative dan eksekutif yang biasa di sebut “trichotomy” atau yang lebih dikenal trias politica.Teory ini sering dihubungkan dengan Montesque, yang memang penggagas awal sistem ini. Menurutnya, dalam setiap pemerintahan terdapat tiga jenis kekuasaan yaitu Legislatif, eksekutif, dan Yudikatif, dimana ketiha jenis kekuasaan itu mesti terpisah satu sama lainya, baik mengenai tugas (Fuctie) maupun mengenai alat perlengkapan (organ )yang melakukanya[1][1].Dari gagasan Montesque ini dengan gamblang adanya pemisah antara ketiga kekuasaan tersebut dan tidak adanya campur tangan antar lembaga dan orang yang menanganinya.
Adapun asas Kekuasaan yang dianut UUD 1945 Pra-Amandemen adalah Pembagian kekuasaan tidak pemisahan kekuasaan (Separation of power). Tetapi dalam sistem ketata negaraan menurut UUD 1945 mengenal adanya pembagian kekuasaan sebagai berikut:
1.      Pada dasarnya UUD 1945 mengenal pembagian pembagian kekuasaan;
2.      UUD 1945 membagi kekuasaan kepada tiga lembaga yang diatur secara mendasar kedudukan dan fungsinya;
3.      Antar lembaga Negara ada kerjasama di dalam menjalankan fungsi  dan tugasnya sesuai aturan perundang-undangan;
2.5Model pembagian kekuasaan
1.Model Elitis yaitu suatu model distribusi kekuasaan yang berasumsi bahwa kekuasaan itu selalu bersifat timpang, dimana ada sedikit yang berkuasa yang disebut elit dan sebagian besar orang yang dikuasai. Model ini ada pada masyarakat yang tradisionil. Ada pada rezim-rezim yang otoriter. Tokoh pencetusnya yaitu Gatano Mosca dan Vil Fredo Pareto2.
2.Model Populis ( Individu ) yaitu suatu model distribusi kekuasaan yang melibatkan partisipasi rakyat dalam jumlah yang sebanyak mungkin. Model ini berasumsi bahwa setiap individu memiliki hak politik yang sama3.
3.Model Pluralis yaitu model pendistribusian kekuasaan yang melibatkan berbagai kelompok dalam masyarakat. Model ini lebih bertumpu pada kekuatan-kekuatan kelompok kepentingan dalam masyarakat

2.6Jenis pembagian kekuasaan berdasarkan Trias Politica
1.      Legislatif bertugas membuat undang undang. Bidang legislatif adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

v  Fungsi-fungsi legislatif
                 Di Negara Indonesia lembaga legislatif lebih dikenal dengan nama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara. Anggota DPR berasal dari anggota partai politik peserta pemilu yang dipilih berdasarkan hasil pemilu. DPR berkedudukan di tingkat pusat, sedangkan yang berada di tingkat provinsi disebut DPRD provinsi dan yang berada di kabupaten/kota disebut DPRD kabupaten/kota.

v  Berdasarkan UU Pemilu N0. 10 Tahun 2008 ditetapkan sebagai berikut:
a.    jumlah anggota DPR sebanyak 560 orang;
b. jumlah anggota DPRD provinsi sekurang-kurangnya 35 orang dan sebanyak- banyak 100 orang;
c. jumlah anggota DPRD kabupaten/kota sedikitnya 20 orang dan sebanyak- banyaknya 50 orang.
Keanggotaan DPR diresmikan dengan keputusan presiden. Anggota DPR berdomisili di ibu kota negara. Masa jabatan anggota DPR adalah lima tahun dan berakhir pada saat anggota DPR yang baru mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam sidang paripurna DPR.

v  Lembaga negara DPR yang bertindak sebagai lembaga legislatif mempunyai fungsi berikut ini :
1.     Fungsi legislasi, artinya DPR berfungsi sebagai lembaga pembuat undang-undang.
2.     Fungsi anggaran, artinya DPR berfungsi sebagai lembaga yang berhak untuk menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
3.     Fungsi pengawasan, artinya DPR sebagai lembaga yang melakukan pengawasan terhadap pemerintahan yang menjalankan undang-undang.

v  DPR sebagai lembaga negara mempunyai hak-hak, antara lain sebagai berikut.
1.      Hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas bagi kehidupan masyarakat.
2.      Hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap suatu kebijakan tertentu pemerintah yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
3.      Hak menyatakan pendapat adalah hak DR untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan pemerintah mengenai kejadian yang luar biasa yang terdapat di dalam negeri disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket. Untuk memudahkan tugas anggota DPR maka dibentuk komisi-komisi yang bekerja sama dengan pemerintah sebagai mitra kerja.

2.      Eksekutif bertugas menerapkan atau melaksanakan undang-undang. Bidang eksekutif adalah presiden dan wakil presiden beserta menteri-menteri yang membantunya.
v  Sebagai seorang kepala negara, menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Presiden mempunyai wewenang sebagai berikut:
1.     membuat perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
2.     mengangkat duta dan konsul. Duta adalah perwakilan negara Indonesia di negara sahabat. Duta bertugas di kedutaan besar yang ditempatkan di ibu kota negar hak dan kewajiban Presiden sebagai kepala pemerintahan, diantaranya:
a.    memegang kekuasaan pemerintah menurut UUD
b.    berhak mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) kepada DPR
c.    menetapkan peraturan pemerintah
d.   memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala Undang- Undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa
e.    memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.

v  Dalam kedudukannya seperti ini, presiden mempunyai wewenang sebagai berikut:
1.menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR
2.membuat perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan DPR
3.menyatakan keadaan bahaya

3.      Yudikatif bertugas mempertahankan pelaksanaan undang-undang. Adapun unsur yudikatif terdiri atas Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK).
Fungsi-fungsi Yudikatif yang  bisa dispesifikasikan kedalam daftar masalah hukum berikut:

1.     Criminal Law, penyelesaiannya biasanya dipegang oleh pengadilan pidana yang di Indonesia sifatnya berjenjang, dari Pengadilan Negeri (tingkat kabupaten), Pengadilan Tinggi (tingkat provinsi, dan Mahkamah Agung (tingkat nasional). Civil law juga biasanya diselesaikan di Pengadilan Negeri, tetapi khusus umat Islam biasanya dipegang oleh Pengadilan Agama.
2.     Constitution Law, kini penyelesaiannya ditempati oleh Mahkamah Konstitusi. Jika individu, kelompok, lembaga-lembaga negara mempersoalkan suatu undang-undang atau keputusan, upaya penyelesaian sengketanya dilakukan di Mahkamah Konstitusi.
3.          Administrative Law, penyelesaiannya dilakukan di Pengadilan Tata Usaha Negara, biasanya kasus-kasus sengketa tanah, sertifikasi, dan sejenisnya.
4.          International Law, tidak diselesaikan oleh badan yudikatif di bawah kendali suatu negara melainkan atas nama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).








2.Kebijakan Publik
2.2 Pengertian
Thomas R. Dye
Mengatakan bahwa pengertian kebijakan publik Merupakan segala sesuatu yang dikerjakan pemerintah, mengapa mereka melakukan, dan hasil yang membuat sebuah kehidupan bersama tampil berbeda
Carl Frederich
Mengatakan bahwa pengertian kebijakan publik Merupakan serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan peluang yang ada
David Easton
Mengatakan bahwa pengertian kebijakan publik merupakan pengaruh dan aktivitas pemerintah.
2.3 Macam-Macam Kebijakan Publik
a. Kebijakan Umum Ekstraktif
Kebijakan umum ekstraktif merupakan penyerapan sumber-sumber materiil dan sumber daya manusia yang ada di masyarakat. Seperti pemungutan pajak dan tarif, iuran dan retribusi dari masyarakat, dan pengolahan sumber alam yang terkandung dalam wilayah negara
b. Kebijakan Umum Distributif
Kebijakan umum distributif merupakan pelaksanaan distrubusi dan alokasi sumber-sumber kepada masyarakat.Distribusi berarti pembagian secara relatif merata kepada semua anggota masyarakat, sedangkan alokasi berarti yang mendapat bagian cenderung kelompok atau sektor masyarakat tertentu sesuai dengan skala prioritas yang ditetapkan atau sesuai dengan situasi yang dihadapi pada waktu itu.
c. Kebijakan Umum Regulatif
Kebijakan umum regulatif merupakan pengaturan perilaku anggota masyarakat. Kebijakan umum yang bersifat regulatif merupakan peraturan dan kewajiban yang harus dipatuhi oleh warga masyarakat dan para penyelenggara pemerintahan negara.
2.4 Ciri-ciri kebijakan publik
1. kebijakan publik lebih merupakan tindakan yang mengarah pada tujuan daripada sebagai perilaku atau tindakan yang memiliki unsur keberuntungan, serba acak dan kebetulan. Kebijakan-kebijakan publik  dalam sistem politik modern pada umumnya bukanlah merupakan suatu tindakan yang serba kebetulan,  melainkan tindakan yang telah direncanakan.
2. Pada hakikatnya, kebijakan terdiri atas tindakan-tindakan yang saling berkaitan dan memiliki pola yang mengarah pada suatu tujuan tertentu, yang dimana tindakan-tindakan ini dilakukan oleh para pejabat pemerintah dan bukan merupakan keputusan yang berdiri sendiri. Misalnya, kebijakan yang tidak hanya mencakup keputusan untuk membuat undang-undang dalam suatu bidang tertentu, melainkan akan diikuti dengan keputusan yang ada sangkut pautnya dengan implementasi pemaksaan dalam pelaksanaannya.
3. kebijakan  memiliki kaitan dengan apa yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam suatu bidang tertentu, misalnya dalam mengatur perdagangan , mengendalikan inflasi, atau menggalakkan program perumahan rakyat bagi masyarakat yang memiliki penghasilan rendah dan bukan hanya sekedar apa yang ingin dilakukan oleh pemerintah dalam bidang-bidang tersebut.
4. kebijakan publik mungkin berbentuk positif, mungkin juga berbentuk negatif. Dalam bentuk positif, kebijakan publik mungkin akan mencakup beberapa bentuk tindakan pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi masalah tertentu. Sedangkan dalam bentuk negatif,
5. kebijakan publik kemungkinan meliputi keputusan-keputusan pejabat pemerintah untuk tidak bertindak, atau tidak melakukan tindakan apapun dalam suatu masalah dimana campur tangan pemerintah justru sangat diperlukan.

2.5.Pelaksanaan Kebijakan Publik
Menurut Said Zainal Abidin (2004) kebijakan dapat dibedakan dalam 3 (tiga) tingkatan sebagai berikut :
a.       Kebijakan umum adalah kebijakan yang menjadi pedoman atau petunjuk pelaksanaan, baik bersifat positif maupun negatif, mencakup keseluruhan wilayah maupun suatu instansi.
b.      Kebijakan pelaksanaan adalah kebijakan yang menjabarkan kebijakan umum. Untuk tingkat pusat, berupa peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan suatu undang-undang.
c.       Kebijakan teknis adalah kebijakan operasional yang berada di level bawah kebijakan pelaksanaan.
Mengenai tingkatan kebijakan publik secara teknis, Lembaga Administrasi Negara (1997) dalam Sahya Anggara (2014:41) menyampaikan sebagai berikut :
a.       Lingkup Nasional
1.Kebijakan Nasional adalah kebijakan negara yang bersifat fundamental dan strategis dalam pencapaian tujuan nasional/negara sebagaimana tertera dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Presiden adalah pihak-pihak yang berwenang menetapkan kebijakan nasional. Kebijakan nasional yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan dapat berbentuk Undang-Undang Dasar (UUD), Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR), Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU).
2.Kebijakan umum adalah kebijakan Presiden sebagai pelaksanaan UUD, TAP MPR, UU untuk mencapai tujuan nasional. Presiden berwenang menetapkan kebijakan umum.Kebijakan umum yang tertulis dapat berbentuk Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Presiden (Keppres), dan Instruksi Presiden (Inpres). 
3. Kebijakan pelaksanaan adalah penjabaran dari kebijakan umum sebagai strategi pelaksanaan tugas di bidang tertentu. Dalam menetapkan kebijakan pelaksanaan yang berwenang adalah menteri/pejabat setingkat menteri dan pimpinan LPND.  Kebijakan pelaksanaan yang tertulis dapat berbentuk peraturan, keputusan, atau instruksi pejabat.
b.       Lingkup Wilayah Daerah
1.      Kebijakan Umum
Kebijakan umum di lingkup daerah adalah kebijakan pemerintah daerah sebagai pelaksanaan asas desentralisasi dalam rangka mengatur urusan rumah tangga daerah.Dalam menetapkan kebijakan umum di daerah provinsi, yang berwenang adalah Gubernur dan DPRD Provinsi. Di daerah  Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Bupati/Walikota dan DPRD Kabupaten/Kota. Kebijakan umum di tingkat daerah dapat berupa Peraturan Daerah Propinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
2.      Kebijakan pelaksanaan di lingkup wilayah/daerah ada 3 (tiga) macam, yaitu :
a.Kebijakan pelaksanaan dalam rangka desentralisasi merupakan realisasi pelaksanaan peraturan daerah;
b.Kebijakan pelaksanaan dalam rangka dekonsentrasi merupakan realisasi pelaksanaan kebijakan nasional di daerah; dan
Kebijakan pelaksanaan dalam rangka tugas pembantuan c.merupakan pelaksanaan tugas pemerintah pusat di daerah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.
2.6 Tujuan kebijakan publik
1.      Mewujudkan ketertiban dalam masyarakat
2.      Melindungi hak-hak masyarakat
3.      Mewujudkan ketentraman dan kedaimaian dalam masyarakat
4.      Mewujudkan kesejahteraan masyarakat

2.7   Contoh kebijkan publik
1.Penetapan pajak daerah yang meliputi pajak hotel, restoran, hiburan, reklame, penerangan jalan, parkir dan lain-lain.
2.Penetapan retribusi, misalnya retribusi jalan umum, jaan usaha dan perizinan tertentu
3.Penetapan larangan pedagang kaki lima berjualan di trotoar
4.Penetapan jalur bus dalam kota atau antar kota

 





BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Atas pertimbangan kekuasaan selanjutnya memperkuat pemerintah pusat dan mengorbankan lembaga-lembaga lokal. Kasus-kasus yang muncul dalam sistem sentralisasi adalah kesatuan nasional, penyeragaman hukum dan pelayanan umum persamaan kelembagaan dan kemakmuran dikaitkan dengan kebijakan pembangunan ekonomi.
2 Kebijakan publik adalah keputusan-keputusan yang mengikat bagi orang banyak pada tataran strategis atau bersifat garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas publik. Sebagai keputusan yang mengikat publik maka kebijakan publik haruslah dibuat oleh otoritas politik, yakni mereka yang menerima mandat dari publik atau orang banyak, umumnya melalui suatu proses pemilihan untuk bertindak atas nama rakyat banyak.


















DAFTAR PUSTAKA
-   Hidayat, Imam. 2009. Teori-Teori Politik. Malang : SETARA Press
-    Jones, PIP. Pengantar Teori-Teori Sosial, Dari Teori Fungsionalisme hingga Post-     Modernisme. Jakarta. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. 2010





Terimkasih sudah berkunjung ke Blog Pengetahuan. Budayakan untuk berkomentar yang baik dan sesuai dengan materi postingan, komentar yang terlalu singkat kami anggap Spam dan tidak kami tanggapi
EmoticonEmoticon