BAB II
PEMBAHASAN
1. Distribusi
Kekuasaan
2.1Pengertian Distribusi Kekuasaan (Pembagian
Kekuasaan)
Pembagian
kekuasaan terdiri dari dua kata, yaitu “pembagian” dan “kekuasaan”. Menurut
kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) pembagian memiliki pengertian proses menceraikan
menjadi beberapa bagian atau memecahkan (sesuatu) lalu memberikannya kepada
pihak lain. Sedangkan kekuasaan adalah wewenang atas sesuatu atau untuk
menentukan (memerintah, mewakili, mengurus, dsb) sesuatu. Sehingga secara
harfiah pembagian kekuasaan adalah proses menceraikan wewenang yang dimiliki
oleh Negara untuk (memerintah, mewakili, mengurus, dsb) menjadi beberapa bagian
(legislatif, eksekutif, dan yudikatif) untuk diberikan kepada beberapa lembaga
Negara untuk menghindari pemusatan kekuasaan (wewenang) pada satu pihak/
lembaga.
Moh.Kusnardi dan Harmaily Ibrahim memaknai pembagian
kekuasaan berarti bahwa kekuasaan itu memang dibagi-bagi dalam beberapa bagian
(legislatif, eksekutif dan yudikatif), tetapi tidak dipisahkan.Hal ini membawa
konsekuensi bahwa diantara bagian-bagian itu dimungkinkan ada koordinasi atau
kerjasama (Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1988: 140).
Jimly Asshiddiqie yang mengatakan kekuasaan selalu
harus dibatasi dengan cara memisah-misahkan kekuasaan ke dalam cabang-cabang
yang bersifat checks dan balances dalam kedudukan yang sederajat dan saling
mengimbangi serta mengendalikan satu sama lain, namun keduanya ada kesamaan,
yaitu memungkinkan adanya koordinasi atau kerjasama. Selain itu pembagian
kekuasaan baik dalam arti pembagian atau pemisahan yang diungkapkan dari
keduanya juga mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk membatasi kekuasaan
sehingga tidak terjadi pemusatan kekuasaan pada satu tangan yang memungkinkan
terjadinya kesewanang-wenangan
Pada hakekatnya pembagian kekuasaan dapat dibagi ke
dalam dua cara, yaitu (Zul Afdi Ardian, 1994: 62):
1. Secara vertikal, yaitu pembagian kekuasaan menurut tingkatnya.Maksudnya pembagian kekuasaan antara beberapa tingkat pemerintahan, misalnya antara pemerintah pusat dengan dan pemerintah daerah dalam negara kesatuan, atau antara pemerintah federal dan pemerintah negara bagian dalam suatu suatu negara federal.
2. Secara horizontal, yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsinya. Dalam pembagian ini lebih menitikberatkan pada pembedaan antara fungsi pemerintahan yang bersifat legislatif, eksekutif dan yudikatif.
1. Secara vertikal, yaitu pembagian kekuasaan menurut tingkatnya.Maksudnya pembagian kekuasaan antara beberapa tingkat pemerintahan, misalnya antara pemerintah pusat dengan dan pemerintah daerah dalam negara kesatuan, atau antara pemerintah federal dan pemerintah negara bagian dalam suatu suatu negara federal.
2. Secara horizontal, yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsinya. Dalam pembagian ini lebih menitikberatkan pada pembedaan antara fungsi pemerintahan yang bersifat legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Menurut John Locke, dalam bukunya yang berjudul “Two
Treaties of Goverment” mengusulkan agar kekuasaan di dalam negara itu dibagi
dalam organ-organ negara yang mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Menurut
beliau agar pemerintah tidak sewenang-wenang, maka harus ada pembedaan pemegang
kekuasaan-kekuasaan ke dalam tiga macam kekuasaan,yaitu:
1. Kekuasaan Legislatif (membuat undang-undang)
2. Kekuasaan Eksekutif (melaksanakan undang-undang)
3. Kekuasaaan Federatif (melakukan hubungan diplomtik dengan negara-negara lain).
Pendapat John Locke inilah yang mendasari muncul teori pembagian kekuasaan sebagai gagasan awal untuk menghindari adanya pemusatan kekuasaan (absolut) dalam suatu negara.
1. Kekuasaan Legislatif (membuat undang-undang)
2. Kekuasaan Eksekutif (melaksanakan undang-undang)
3. Kekuasaaan Federatif (melakukan hubungan diplomtik dengan negara-negara lain).
Pendapat John Locke inilah yang mendasari muncul teori pembagian kekuasaan sebagai gagasan awal untuk menghindari adanya pemusatan kekuasaan (absolut) dalam suatu negara.
Konsep Trias Politica Montesquieu
Menurut Montesquieu seorang pemikir berkebangsaan Perancis mengemukakan teorinya yang disebut trias politica.Dalam bukunya yang berjudul “L’esprit des Lois” pada tahun 1748 menawarkan alternatif yang agak berbeda dari pendapat John Locke. Menurut Montesquieu untuk tegaknya negara demokrasi perlu diadakan pemisahan kekuasaan negara ke dalam 3 organ, yaitu:
a) Kekuasaan Legislatif (membuat undang-undang).
b) Kekuasaan Eksekutif (melaksanakan undang-undang).
c) Kekuasaaan yudikatif (mengadili bila terjadi pelanggaran atas undang-undang)
Menurut Montesquieu seorang pemikir berkebangsaan Perancis mengemukakan teorinya yang disebut trias politica.Dalam bukunya yang berjudul “L’esprit des Lois” pada tahun 1748 menawarkan alternatif yang agak berbeda dari pendapat John Locke. Menurut Montesquieu untuk tegaknya negara demokrasi perlu diadakan pemisahan kekuasaan negara ke dalam 3 organ, yaitu:
a) Kekuasaan Legislatif (membuat undang-undang).
b) Kekuasaan Eksekutif (melaksanakan undang-undang).
c) Kekuasaaan yudikatif (mengadili bila terjadi pelanggaran atas undang-undang)
2.2Pemikiran Pembagian Kekuasaan
Pembagian kekuasaan sebagaimana
ditetapkan dalam undang-undang 1945 merupakan bagian intergral dari hakekat
hidup berbangsa dan bernegara yang berdasarkan demokrasi. Pembagian tersebut
meliputi dengan mengedepankan prinsip checks and balances system. Di bidang legislatif terdapat DPR dan
DPD; di bidang eksekutif terdapat Presiden dan Wakil Presiden yang dipilih oleh
rakyat; di bidang yudikatif terdapat Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan
Komisi Yudisial; dan di bidang pengawasan keuangan ada BPK. Namun demikian,
dalam pembagian kekuasaan antar lembaga negara terdapat kedudukan dan hubungan
tata kerja antar lembaga negara yang mencerminkan adanya kesamaan tujuan dalam
penyelenggaraan negara.
2.3Esensi Pembagian Kekuasaan
Berdasarkan Undang-undang 1945
Indonesia adalah penganut sistem pembagian kekuasaan (division of power)
bukan pemisahan kekuasaan (separation of power) sebagaiaman sistem
pemisahan kekuasaan yang dianut oleh Amerika Serikat. Adapun esensi pembagian
kekuasaan itu dalam Negara adalah untuk mencegah menumpuknya kekuasaan di
tangan satu orang sehingga bisa menimbulkan kecenderungan terjadinya penyalah
gunaan kekuasaan (abuse of power).
Dalam sebuah Negara ada dua alasan
kenapa dalam sebuah Negara menganut sistem pembagian kekuasaan atau pemisahan
kekuasaan, alasan pertama adalah terkait dengan sejarah berdirinya suatu Negara
bersangkutandan fakta yang terdapat di masyarakat, seperti kondisi geografis,
masyarakat pluraris atau bagaiamana pendiri Negara bersangkutan mengadopsi
sistem ketata negaraan yang dianut oleh Negara lain. Kemudian yang kedua
terkait dengan dengan Negara yang pernah menjajah Negara bersangkutan (bekas
jajahan Negara lain)
2.4Asas-asas Pembagian Kekuasaan
Dimuka sudah disinggung tentang
pembagian kekuasaan Negara yaitu eksekutif, legislative dan eksekutif yang
biasa di sebut “trichotomy” atau yang lebih dikenal trias politica.Teory
ini sering dihubungkan dengan Montesque, yang memang penggagas awal sistem ini.
Menurutnya, dalam setiap pemerintahan terdapat tiga jenis kekuasaan yaitu
Legislatif, eksekutif, dan Yudikatif, dimana ketiha jenis kekuasaan itu mesti
terpisah satu sama lainya, baik mengenai tugas (Fuctie) maupun mengenai
alat perlengkapan (organ )yang melakukanya[1][1].Dari gagasan
Montesque ini dengan gamblang adanya pemisah antara ketiga kekuasaan tersebut
dan tidak adanya campur tangan antar lembaga dan orang yang menanganinya.
Adapun asas Kekuasaan yang dianut UUD 1945 Pra-Amandemen adalah
Pembagian kekuasaan tidak pemisahan kekuasaan (Separation of power).
Tetapi dalam sistem ketata negaraan menurut UUD 1945 mengenal adanya pembagian
kekuasaan sebagai berikut:
1.
Pada dasarnya UUD 1945 mengenal
pembagian pembagian kekuasaan;
2.
UUD 1945 membagi kekuasaan kepada
tiga lembaga yang diatur secara mendasar kedudukan dan fungsinya;
3.
Antar lembaga Negara ada kerjasama
di dalam menjalankan fungsi dan tugasnya
sesuai aturan perundang-undangan;
2.5Model pembagian kekuasaan
1.Model
Elitis yaitu
suatu model distribusi kekuasaan yang berasumsi bahwa kekuasaan itu selalu
bersifat timpang, dimana ada sedikit yang berkuasa yang disebut elit dan
sebagian besar orang yang dikuasai. Model ini ada pada masyarakat yang
tradisionil. Ada pada rezim-rezim yang otoriter. Tokoh pencetusnya yaitu Gatano
Mosca dan Vil Fredo Pareto2.
2.Model
Populis ( Individu ) yaitu suatu model distribusi kekuasaan yang melibatkan
partisipasi rakyat dalam jumlah yang sebanyak mungkin. Model ini berasumsi
bahwa setiap individu memiliki hak politik yang sama3.
3.Model
Pluralis yaitu model pendistribusian kekuasaan yang melibatkan berbagai
kelompok dalam masyarakat. Model ini lebih bertumpu pada kekuatan-kekuatan
kelompok kepentingan dalam masyarakat
2.6Jenis pembagian kekuasaan
berdasarkan Trias Politica
1.
Legislatif
bertugas membuat undang undang. Bidang legislatif adalah Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR).
v Fungsi-fungsi
legislatif
Di Negara Indonesia lembaga legislatif lebih dikenal dengan
nama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat
yang berkedudukan sebagai lembaga negara. Anggota DPR berasal dari anggota
partai politik peserta pemilu yang dipilih berdasarkan hasil pemilu. DPR
berkedudukan di tingkat pusat, sedangkan yang berada di tingkat provinsi
disebut DPRD provinsi dan yang berada di kabupaten/kota disebut DPRD
kabupaten/kota.
v Berdasarkan
UU Pemilu N0. 10 Tahun 2008 ditetapkan sebagai berikut:
a. jumlah anggota DPR sebanyak 560
orang;
b. jumlah anggota DPRD provinsi sekurang-kurangnya 35 orang dan
sebanyak- banyak 100 orang;
c. jumlah anggota DPRD kabupaten/kota sedikitnya 20 orang dan
sebanyak- banyaknya 50 orang.
Keanggotaan DPR diresmikan dengan
keputusan presiden. Anggota DPR berdomisili di ibu kota negara. Masa jabatan
anggota DPR adalah lima tahun dan berakhir pada saat anggota DPR yang baru
mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam sidang
paripurna DPR.
v Lembaga negara DPR yang bertindak
sebagai lembaga legislatif mempunyai fungsi berikut ini :
1.
Fungsi
legislasi, artinya DPR berfungsi sebagai lembaga pembuat undang-undang.
2.
Fungsi
anggaran, artinya DPR berfungsi sebagai lembaga yang berhak untuk menetapkan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
3.
Fungsi
pengawasan, artinya DPR sebagai lembaga yang melakukan pengawasan terhadap
pemerintahan yang menjalankan undang-undang.
v DPR
sebagai lembaga negara mempunyai hak-hak, antara lain sebagai berikut.
1.
Hak
interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai
kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas bagi
kehidupan masyarakat.
2.
Hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap
suatu kebijakan tertentu pemerintah yang diduga bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.
3.
Hak
menyatakan pendapat adalah hak DR untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan
pemerintah mengenai kejadian yang luar biasa yang terdapat di dalam negeri
disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut
pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket. Untuk memudahkan tugas anggota DPR
maka dibentuk komisi-komisi yang bekerja sama dengan pemerintah sebagai mitra
kerja.
2.
Eksekutif
bertugas menerapkan atau melaksanakan undang-undang. Bidang eksekutif adalah presiden
dan wakil presiden beserta menteri-menteri yang membantunya.
v Sebagai seorang kepala negara,
menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Presiden
mempunyai wewenang sebagai berikut:
1.
membuat
perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
2. mengangkat duta dan konsul. Duta
adalah perwakilan negara Indonesia di negara sahabat. Duta bertugas di kedutaan
besar yang ditempatkan di ibu kota negar hak dan kewajiban
Presiden sebagai kepala pemerintahan, diantaranya:
a.
memegang kekuasaan pemerintah menurut UUD
b. berhak
mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) kepada DPR
c. menetapkan
peraturan pemerintah
d. memegang
teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala Undang- Undang dan
peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa
e. memberi
grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.
v Dalam
kedudukannya seperti ini, presiden mempunyai wewenang sebagai berikut:
1.menyatakan perang,
membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR
2.membuat perjanjian
internasional lainnya dengan persetujuan DPR
3.menyatakan keadaan
bahaya.
3.
Yudikatif
bertugas mempertahankan pelaksanaan undang-undang. Adapun unsur yudikatif
terdiri atas Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK).
Fungsi-fungsi
Yudikatif yang bisa dispesifikasikan kedalam daftar masalah hukum
berikut:
1.
Criminal Law, penyelesaiannya
biasanya dipegang oleh pengadilan pidana yang di Indonesia sifatnya berjenjang,
dari Pengadilan Negeri (tingkat kabupaten), Pengadilan Tinggi (tingkat
provinsi, dan Mahkamah Agung (tingkat nasional). Civil law juga biasanya
diselesaikan di Pengadilan Negeri, tetapi khusus umat Islam biasanya dipegang
oleh Pengadilan Agama.
2.
Constitution Law, kini
penyelesaiannya ditempati oleh Mahkamah Konstitusi. Jika individu, kelompok,
lembaga-lembaga negara mempersoalkan suatu undang-undang atau keputusan, upaya
penyelesaian sengketanya dilakukan di Mahkamah Konstitusi.
3.
Administrative Law, penyelesaiannya
dilakukan di Pengadilan Tata Usaha Negara, biasanya kasus-kasus sengketa tanah,
sertifikasi, dan sejenisnya.
4.
International Law, tidak
diselesaikan oleh badan yudikatif di bawah kendali suatu negara melainkan atas
nama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
2.Kebijakan Publik
2.2 Pengertian
Thomas
R. Dye
Mengatakan bahwa
pengertian kebijakan publik Merupakan segala sesuatu yang dikerjakan
pemerintah, mengapa mereka melakukan, dan hasil yang membuat sebuah kehidupan
bersama tampil berbeda
Carl Frederich
Carl Frederich
Mengatakan bahwa
pengertian kebijakan publik Merupakan serangkaian tindakan yang diusulkan
seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan
ancaman dan peluang yang ada
David Easton
David Easton
Mengatakan bahwa
pengertian kebijakan publik merupakan pengaruh dan aktivitas pemerintah.
2.3 Macam-Macam Kebijakan Publik
a. Kebijakan Umum Ekstraktif
Kebijakan umum ekstraktif merupakan penyerapan sumber-sumber materiil dan sumber daya manusia yang ada di masyarakat. Seperti pemungutan pajak dan tarif, iuran dan retribusi dari masyarakat, dan pengolahan sumber alam yang terkandung dalam wilayah negara
b. Kebijakan Umum Distributif
Kebijakan umum distributif merupakan pelaksanaan distrubusi dan alokasi sumber-sumber kepada masyarakat.Distribusi berarti pembagian secara relatif merata kepada semua anggota masyarakat, sedangkan alokasi berarti yang mendapat bagian cenderung kelompok atau sektor masyarakat tertentu sesuai dengan skala prioritas yang ditetapkan atau sesuai dengan situasi yang dihadapi pada waktu itu.
c. Kebijakan Umum Regulatif
Kebijakan umum regulatif merupakan pengaturan perilaku anggota masyarakat. Kebijakan umum yang bersifat regulatif merupakan peraturan dan kewajiban yang harus dipatuhi oleh warga masyarakat dan para penyelenggara pemerintahan negara.
Kebijakan umum ekstraktif merupakan penyerapan sumber-sumber materiil dan sumber daya manusia yang ada di masyarakat. Seperti pemungutan pajak dan tarif, iuran dan retribusi dari masyarakat, dan pengolahan sumber alam yang terkandung dalam wilayah negara
b. Kebijakan Umum Distributif
Kebijakan umum distributif merupakan pelaksanaan distrubusi dan alokasi sumber-sumber kepada masyarakat.Distribusi berarti pembagian secara relatif merata kepada semua anggota masyarakat, sedangkan alokasi berarti yang mendapat bagian cenderung kelompok atau sektor masyarakat tertentu sesuai dengan skala prioritas yang ditetapkan atau sesuai dengan situasi yang dihadapi pada waktu itu.
c. Kebijakan Umum Regulatif
Kebijakan umum regulatif merupakan pengaturan perilaku anggota masyarakat. Kebijakan umum yang bersifat regulatif merupakan peraturan dan kewajiban yang harus dipatuhi oleh warga masyarakat dan para penyelenggara pemerintahan negara.
2.4 Ciri-ciri kebijakan publik
1. kebijakan publik lebih merupakan
tindakan yang mengarah pada tujuan daripada sebagai perilaku atau tindakan yang
memiliki unsur keberuntungan, serba acak dan kebetulan. Kebijakan-kebijakan
publik dalam sistem politik modern pada umumnya bukanlah merupakan suatu
tindakan yang serba kebetulan, melainkan tindakan yang telah
direncanakan.
2. Pada
hakikatnya, kebijakan terdiri
atas tindakan-tindakan yang saling berkaitan dan memiliki pola yang mengarah
pada suatu tujuan tertentu, yang dimana tindakan-tindakan ini dilakukan oleh
para pejabat pemerintah dan bukan merupakan keputusan yang berdiri sendiri.
Misalnya, kebijakan yang tidak
hanya mencakup keputusan untuk membuat undang-undang dalam suatu bidang
tertentu, melainkan akan diikuti dengan keputusan yang ada sangkut pautnya
dengan implementasi pemaksaan dalam pelaksanaannya.
3. kebijakan memiliki kaitan dengan
apa yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam suatu bidang tertentu, misalnya
dalam mengatur perdagangan , mengendalikan inflasi, atau menggalakkan program
perumahan rakyat bagi masyarakat yang memiliki penghasilan rendah dan bukan
hanya sekedar apa yang ingin dilakukan oleh pemerintah dalam bidang-bidang
tersebut.
4. kebijakan publik mungkin berbentuk
positif, mungkin juga berbentuk negatif. Dalam bentuk positif, kebijakan publik mungkin akan
mencakup beberapa bentuk tindakan pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi
masalah tertentu. Sedangkan dalam bentuk negatif,
5. kebijakan publik kemungkinan meliputi
keputusan-keputusan pejabat pemerintah untuk tidak bertindak, atau tidak
melakukan tindakan apapun dalam suatu masalah dimana campur tangan pemerintah
justru sangat diperlukan.
2.5.Pelaksanaan Kebijakan Publik
Menurut Said
Zainal Abidin (2004) kebijakan dapat dibedakan dalam 3 (tiga) tingkatan sebagai
berikut :
a.
Kebijakan umum adalah kebijakan yang
menjadi pedoman atau petunjuk pelaksanaan, baik bersifat positif maupun
negatif, mencakup keseluruhan wilayah maupun suatu instansi.
b.
Kebijakan pelaksanaan adalah
kebijakan yang menjabarkan kebijakan umum. Untuk tingkat pusat, berupa
peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan suatu undang-undang.
c.
Kebijakan teknis adalah kebijakan
operasional yang berada di level bawah kebijakan pelaksanaan.
Mengenai tingkatan kebijakan publik
secara teknis, Lembaga Administrasi Negara (1997) dalam Sahya Anggara (2014:41)
menyampaikan sebagai berikut :
a.
Lingkup Nasional
1.Kebijakan
Nasional adalah kebijakan negara yang bersifat fundamental dan strategis dalam
pencapaian tujuan nasional/negara sebagaimana tertera dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945. Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, dan Presiden adalah pihak-pihak yang berwenang menetapkan kebijakan
nasional. Kebijakan nasional yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan
dapat berbentuk Undang-Undang Dasar (UUD), Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat (TAP MPR), Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (PERPU).
2.Kebijakan
umum adalah kebijakan Presiden sebagai pelaksanaan UUD, TAP MPR, UU untuk
mencapai tujuan nasional. Presiden berwenang menetapkan kebijakan
umum.Kebijakan umum yang tertulis dapat berbentuk Peraturan Pemerintah (PP),
Keputusan Presiden (Keppres), dan Instruksi Presiden (Inpres).
3. Kebijakan
pelaksanaan adalah penjabaran dari kebijakan umum sebagai strategi pelaksanaan
tugas di bidang tertentu. Dalam menetapkan kebijakan pelaksanaan yang berwenang
adalah menteri/pejabat setingkat menteri dan pimpinan LPND. Kebijakan pelaksanaan
yang tertulis dapat berbentuk peraturan, keputusan, atau instruksi pejabat.
b.
Lingkup Wilayah Daerah
1.
Kebijakan Umum
Kebijakan
umum di lingkup daerah adalah kebijakan pemerintah daerah sebagai pelaksanaan
asas desentralisasi dalam rangka mengatur urusan rumah tangga daerah.Dalam
menetapkan kebijakan umum di daerah provinsi, yang berwenang adalah Gubernur
dan DPRD Provinsi. Di daerah Kabupaten/Kota ditetapkan oleh
Bupati/Walikota dan DPRD Kabupaten/Kota. Kebijakan umum di tingkat daerah dapat
berupa Peraturan Daerah Propinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
2.
Kebijakan pelaksanaan di lingkup
wilayah/daerah ada 3 (tiga) macam, yaitu :
a.Kebijakan
pelaksanaan dalam rangka desentralisasi merupakan realisasi pelaksanaan
peraturan daerah;
b.Kebijakan
pelaksanaan dalam rangka dekonsentrasi merupakan realisasi pelaksanaan
kebijakan nasional di daerah; dan
Kebijakan
pelaksanaan dalam rangka tugas pembantuan c.merupakan pelaksanaan tugas
pemerintah pusat di daerah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.
2.6 Tujuan kebijakan publik
1.
Mewujudkan ketertiban dalam masyarakat
2.
Melindungi hak-hak masyarakat
3.
Mewujudkan ketentraman dan kedaimaian
dalam masyarakat
4. Mewujudkan
kesejahteraan masyarakat
2.7 Contoh
kebijkan publik
1.Penetapan
pajak daerah yang meliputi pajak hotel, restoran, hiburan, reklame, penerangan
jalan, parkir dan lain-lain.
2.Penetapan
retribusi, misalnya retribusi jalan umum, jaan usaha dan perizinan tertentu
3.Penetapan
larangan pedagang kaki lima berjualan di trotoar
4.Penetapan
jalur bus dalam kota atau antar kota
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Atas pertimbangan kekuasaan selanjutnya memperkuat
pemerintah pusat dan mengorbankan lembaga-lembaga lokal. Kasus-kasus yang
muncul dalam sistem sentralisasi adalah kesatuan nasional, penyeragaman hukum
dan pelayanan umum persamaan kelembagaan dan kemakmuran dikaitkan dengan
kebijakan pembangunan ekonomi.
2 Kebijakan publik
adalah keputusan-keputusan yang mengikat bagi orang banyak pada tataran
strategis atau bersifat garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas publik.
Sebagai keputusan yang mengikat publik maka kebijakan publik haruslah dibuat
oleh otoritas politik, yakni mereka yang menerima mandat dari publik atau orang
banyak, umumnya melalui suatu proses pemilihan untuk bertindak atas nama rakyat
banyak.
DAFTAR PUSTAKA
- Hidayat, Imam. 2009. Teori-Teori Politik. Malang : SETARA Press
- Jones, PIP. Pengantar Teori-Teori Sosial, Dari Teori Fungsionalisme hingga
Post- Modernisme. Jakarta.
Yayasan Pustaka Obor Indonesia. 2010
Terimkasih sudah berkunjung ke Blog Pengetahuan. Budayakan untuk berkomentar yang baik dan sesuai dengan materi postingan, komentar yang terlalu singkat kami anggap Spam dan tidak kami tanggapi
EmoticonEmoticon