LP Dan Askep Fraktur Femur Dextra Tertutup Lengkap

Bab 1
Pendahuluan
1.1   Latar belakang
Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi di istregritas tulang, penyebab terbanyak adalah insiden kecelakaan tetapi factor lain seperti proses degenerative juga dapat berpengaruh terhadap kejadian fraktur (Brunner & Suddarth, 2008 ). Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress atau beban yang lebih besar dan kemampuan tulang untuk mentolelir beban tersebut. Fraktur dapat menyebabkan disfungsi organ tubuh atau bahkan dapat menyebabkan kecacatan atau kehilangan fungsi ekstremitas permanen,selain itu komplikasi awal yang berupa infeksi dan tromboemboli (emboli fraktur) juga dapat menyebabkan kematian beberapa minggu setelah cedera, oleh karena itu radiografi sudah memastikan adanya fraktur maka harus segera dilakukan stabilisasi atau perbaikan fraktur( Brunner & Sudart, 2002)
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat terdapat lebih dari 7 juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan fisik. Usman (2012) menyebutkan bahwa hasil data Riset Kesehatan Dasar (RIKERDAS) tahun 2011, di Indonesia terjadinya fraktur  yang disebabkan oleh cedera yaitu karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma tajam / tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8 %), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5 %), dari 14.127 trauma benda tajam / tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7 %). (Depkes 2009) Dan menurut data depkes 2005 kalimantan timur korban fraktur akibat dari kecelakaan berkisar 10,5%, sedangkan bedasarkan data yang diperoleh dari catatan medical record di rumah sakit islam samarinda, data pada tahun 2012 (periode januari – juni ) didapatkan 14 kasus fraktur, sedangkan untuk bulan juli ada 7 kasus fraktur.
Dampak masalah dari fraktur yaitu dapat mengalami perubahan pada bagian tubuh yang terkena cidera, merasakan cemas akibat rasa sakit dan rasa nyeri yang di rasakannya, resiko terjadinya infeksi, resiko perdarahan, ganguan integritas kulit serta berbagai masalah yang mengganggu kebutuhan dasar lainnya, selain itu fraktur juga dapat menyebabkan kematian. Kegawatan fraktur diharuskan segera dilakukan tindakan untuk menyelamatkan klien dari kecacatan fisik. Kecacatan fisik dapat dipulihkan secara bertahap melalui mobilisasi persendian yaitu dengan latihan range of motion (ROM). Range of motion adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan  menggerakkan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005). Pasien harus diusahakan untuk kembali ke aktivitas biasa sesegera mungkin. Hal tersebut perlu dilakukan sedini mungkin pada klien post operasi untuk mengembalikan kelainan fungsi klien seoptimal mungkin atau melatih klien dan menggunakan fungsi yang masih tertinggal seoptimal mungkin.
Berdasarkan  masalah  dan komplikasi yang terjadi akibat fraktur maka, kelompok kami akan memberikan asuhan Keperawatan tentang fraktur agar meminimalkan komplikasi yang terjadi.
1.2        Tujuan penulisan
1.2.1 Tujuan umum
Untuk menguraikan asuhan keperawatan medical bedah dengan fraktur femur tertutup dextra
1.2.2 Tujuan khusus
Untuk menguraikan hasil dari pelaksanaan asuhan keperawatan dengan fraktur femur dextra tertutup yang meliputi :
1.      Mengumpulkan data dari hasil pengkajian keperawatan  dengan fraktur femur dextra tertutup
2.      Mengidentifikasi masalah dan menegakan diagnosa keperawatan dengan fraktur femur dextra tertutup
3.      Menyusun rencana tindakan keperawatan dengan fraktur femur dextra tertutup
4.      Melaksanakan tindakan keperawatan dengan fraktur femur dextra tertutup
5.      Melakukan evaluasi hasil asuhan keperawatan dengan fraktur femur dextra tertutup.
6.      Mendokumentasi hasil asuhan keperawatan dengan fraktur femur dextra tertutup
1.3        Manfaat penulisan
Dapat menambah perkembangan ilmu pengetahuan keperawatan medical bedah khususnya asuhan keperawatan dengan fraktur femur dextra tertutup kepada mahasiswa.
1.4         Sistematika penulisan
Makalah ini terdiri dari 3 bab yang sistematis disusun sesuai berikut Bab 1 Pendahuluan, terdiri dari latar belakang,tujuan penulisan, manfaat   penulisan, sistematika penulisan.Bab 2 Tinjauan pustaka, terdiri dari konsep dasar dan konsep asuhan keperawatan.Bab 3 Tinjauan kasus, menguraikan tentang pelaksanaan asuhan keperawatan dengan fraktur femur dextra tertutup yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi
Bab 2
Tinjauan Pustaka
2.1  Konsep dasar
2.1.1 Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (smeltzer & Bare, 2002).
Fraktur  adalah terputusnya kontinuitas tulang dan tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur biasanya disebabkan oleh trauma atau tegangan fisik. (Mansjoer ,2002)
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian. (Muttaqin,. 2008 )
2.1.2 Etiologi fraktur
Smeltzer & bare (2002) menyebutkan penyebab fraktur dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu :
1.      Trauma lansung : kecelakaan lalu lintas
2.      Trauma tidak lansung : jatuh dengan ketinggian dengan berdiri atau duduk sehingga terjadi fraktur tulang belakang
3.      Proses penyakit (osteoporosis yang menyebabkan fraktur yang patologis)
4.      Secara spontan di sebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas di kemiliteran
5.      Serta kelainan bawaan sejak lahir, dimana tulang seseorang sangat rapuh sehingga mudah patah.
2.1.3 Patofisiologi
Patofisiologi fraktur adalah jika tulang mengalami fraktur, maka periosteum, pembuluh darah di korteks, marrow dan jaringan disekitarnya rusak. Terjadi pendarahan dan kerusakan jaringan di ujung tulang. Terbentuklah hematoma di canal medulla. Pembuluh-pembuluh kapiler dan jaringan ikat tumbuh ke dalamnya., menyerap hematoma tersebut, dan menggantikannya. Jaringan ikat berisi sel-sel tulang (osteoblast) yang berasal dari periosteum. Sel ini menghasilkan endapan garam kalsium dalam jaringan ikat yang di sebut callus. Callus kemudian secara bertahap dibentuk menjadi profil tulang melalui pengeluaran kelebihannya oleh osteoclast yaitu sel yang melarutkan tulang. Pada permulaan akan terjadi pendarahan disekitar patah tulang, yang disebabkan oleh terputusnya pembuluh darah pada tulang dan periost, fase ini disebut fase hematoma. Hematoma ini kemudian akan menjadi medium pertumbuhan sel jaringan fibrosis dengan kapiler didalamnya. Jaringan ini yang menyebabkan fragmen tulang-tulang saling menempel, fase ini disebut fase jaringan fibrosis dan jaringan yang menempelkan fragmen patah tulang tersebut dinamakan kalus fibrosa. Kedalam hematoma dan jaringan fibrosis ini kemudianjuga tumbuh sel jaringan mesenkin yang bersifat osteogenik. Sel ini akan berubah menjadi sel kondroblast yang membentuk kondroid yang merupakan bahan dasar tulang rawan. Kondroid dan osteoid ini mula-mula tidak mengandung kalsium hingga tidak terlihat foto rontgen. Pada tahap selanjutnya terjadi penulangan atau osifikasi. Kesemuanya ini menyebabkan kalus fibrosa berubah menjadi kalus tulang.
2.1.4 Tanda dan Gejala (pending)
 Adapun tanda dan gejala dari fraktur menurut Smeltzer & Bare (2002) antara lain:
a.       Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan kontur terjadi seperti :
1.      Rotasi pemendekan tulang
2.      Penekanan tulang
b.      Bengkak
Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur.
c.       Ekimosis dari perdarahan subculaneous
d.      Spasme otot, spasme involunters dekat fraktur
e.       Tenderness
f.       Nyeri mungkin disebabkan oleh spame otot berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan
g.      Kehilangan sensani (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/ perdarahan)
h.      Pergerakan abnormal
i.        Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
j.        Krepitasi
2.1.5  Klasifikasi Fraktur Femur
a.       Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
b.      Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragemen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukan di kulit, fraktur terbuka dibagi menjadi tiga derajat, yaitu :
1.      Derajat I
a)                  luka kurang dari 1 cm
b)                  kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk
c)                  fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan
d)                 Kontaminasi ringan
2.      Derajat II
a)                  Laserasi lebih dari 1 cm
b)                  Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse
c)                  Fraktur komuniti sedang
3.      Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi
a.       Fraktur complete adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergerseran (bergeser dari posisi normal).
b.      Fraktur incomplete adalah patah yang hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
2.1.6   Komplikasi
a.       Komplikasi segera (immediate) : Komplikasi yang terjadi segera setelah fraktur antara lain syok neurogenik, kerusakan organ, kerusakan syaraf, injuri atau perlukaan kulit.
b.      Early Complication : Dapat terjadi seperti osteomelitis, emboli, nekrosis, dan syndrome compartemen.
c.       Late Complication : Sedangkan komplikasi lanjut yang dapat terjadi antara lain stiffnes (kaku sendi), degenerasi sendi, penyembuhan tulang terganggu (malunion)
2.1.7   Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan diagnostic pada pasien fraktur adalah sebagai berikut :
a.                        Pemeriksaan sinar-X untuk membuktikan fraktur tulang
b.                       Scan tulang untuk membuktikan adanya fraktur stress
2.1.8   Penatalaksanaan
a.       Fraktur Reduction
1.      Manipulasi atau penurunan tertutup, manipulasi non bedah penyusunan kembali secara manual dari fragmen-fragmen tulang terhadap posisi otonomi sebelumnya
2.      Penurunan terbuka merupakan perbaikan tulang terusan penjajaran insisi pembedahan, seringkali memasukkan internal viksasi terhadap fraktur dengan kawat, sekrup peniti plates batang intramedulasi, dan paku. Type lokasi fraktur tergantung umur klien.
b.      Fraktur Immobilisasi
1.      Pembalutan (gips)
2.      Eksternal Fiksasi
3.      Internal Fiksasi
4.      Pemilihan Fraksi
c.       Fraksi terbuka
1.      Pembedahan debridement dan irigrasi
2.      Imunisasi tetanus
3.      Terapi antibiotic prophylactic
4.      Immobilisasi
2.2        Konsep asuhan keperawatan
Pola asuhan keperawatan yang tepat adalah melalui proses perawatan yang dimulai dari pengkajian yang diambil adalah merupakan respon klien, baik respon biopsikososial maupun spiritual, kemudian ditetapkan suatu rencana tindakan perawatan untuk menuntun tindakan perawatan. Dan untuk menilai keadaan klien, diperlukan suatu evaluasi yang merujuk pada tujuan rencana keperawatan.
2.2.1   Pengkajian
Pengkajian adalah dasar utama atau langkah awal dari proses keperawatan secara keseluruhan. Pada tahap ini semua data atau informasi tentang klien  yang dibutuhkan  dan dianalisa untuk menentukan diagnosa keperawatan (Gaffar, 2004)
Pengkajian dilakukan secara langsung dan tidal langsung melalui observasi keadaan umum klien, wawancara dengan klien dan keluarga pemeriksaan fisik dari kepala sampai ujung kaki dengan tehnik inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perfusi.
Pengkajian pada klien dengan fraktur menurut Doenges  (2000) adalah:
a.       Aktivitas atau istirahat
Tanda: keterbatasan atau kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera,faraktur itu sendiri atau terjadi secara skunder dari pembengkakan jaringan, nyeri).
b.      Sirkulasi
Tanda: hipertensi(kadang-kadang terlihat sebagai respon nyeri / ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah) takik kardi(respon stress,hipovolemia) penurunan atau tak ada nadi pada bagian yang cidera.
c.       Nyeri
Gejala: nyeri berat tiba-tiba pada saat cidera (mungkin terlokalisasi pada jaringan atau kerusakan tulang : dapat berkurang pada imobilisasi ) : taka da nyeri akibat kerusakan saraf Spasme / kram otot (setelah imobilisasi)
d.      Keamanan
Tanda : laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna pembengkakan local (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba)
e.       Neurosensori
Gejala: Hilang gerakan/ sensasi, spasme otot, kebas/ kesemuttan
Tanda: Deformitas local, angulasi abnormal, pemendekan rotasi, krepitasi, ( bunyi berderit), spasme otot, terlihat kelemahan,/ hilang fungsi. Angitasi ( mungkin berhubungan dengan nyeri/ ansietas atau trauma lain).
f.       Penyuluhan atau pembelajaran
Gejala: lingkungan cidera.
2.2.2   Diagnosa Keperawatan
NANDA (North American Nursing Diagnosis Association ) menyatakan bahwa diagnosa keperawatan adalah peniliaian klinis tentang respon individu, keluarga atau komunitas terhadap masalah kesehatan dan proses kehidupan aktual atau potensial, sebagai dasar dalam memilih intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat (disetujui pada konferensi ke-9,1990 dalam buku Diagnosa kepeawatan NANDA edisi 2007-2008, hal. 332). Semuanya diagnosa keperawatan harus didukung oleh data, oleh NANDA diartikan sebagai defenisi karakteristik yang dinamakan dengan tanda (sesuatu yang dapat diobservasi) dan gejala (sesuatu yang dirasakan oleh klien.
Menurut carpenitto (2007) diagnosa yang muncul pada pasien dengan fraktur  yaitu:
a.       Nyeri akut yang berhubungan dengan trauma jaringan dan imobilitas
b.      Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan trauma jaringan sekunder akibat fraktur
c.       Resiko infeksi yang berhubungan dengan alat fiksasi invasive
d.      Deficit perawatan diri mandi dan eliminasi yang berhubungan dengan keterbatasan pergerakan sekunder akibat fraktur
e.       Kurang aktifitas pengalih yang berhubungan dengan kejenuhan monoton sekunder akibat alat imobilisasi
f.       Resiko hambatan pemeliharaan rumah yang berhubungan dengan (contohnya ) alat fiksasi, hambatan mobilitas fisik,tidak tersedianya sistem pendukung
g.      Resiko  ketidakefektifan penatalaksanaan program trapeutik yang berhubungan dengan ketidak cukupan pengetahuan tentang kondisi, tanda dan gejala komplikasi, pembatasan aktifitas.   
Adapun diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien dengan fraktur menurut buku Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien oleh Doenges, (2000) adalah sebagai berikut :
a.       Resiko terjadi trauma berhubungan dengan kehilangan integritas tulang (fraktur).
b.      Nyeri berhubungan dengan spasme otot, pergerakan fragmen tulang, oedem, trauma pada jaringan lunak, stress, cemas.
c.       Resiko terjadi disfungsi neuromusculer periferal berhubungan dengan trauma jaringan, oedema, yang berlebihan, adanya trobus, hipovolemia, terhambatnya aliran darah.
d.      Resiko terjadi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan  gangguan peredaran darah / emboli lemak, perubahan membran alveo­lar / capiler.
e.       Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromus­cular, nyeri, restriktif terapi, imobilisasi.
f.       Resiko terjadi gangguan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan adanya fraktur pemasangan gips / traksi, gangguan sirkula­si.
g.      Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer ( rusak kulit, jaringan prosedur invansif, traksi tulang ).
h.      Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosa dan pengoba­tan berhubungan dengan kurangnya penjelasan, salah menafsirkan informasi, tidak terbiasa dengan sumber informasi( tambah carpenito)
2.2.3   Intervensi
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu di buat perencanaan intervensi keperawatan dan aktifitas keperawatan. Tujuan perencanaan adalah untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien. Terhadap perencanaan keperawatan adalah penentuan prioritas diagnosa keperawatan penetapan sasaran (goal) dan tujuan (objektif), penetapan kriteria dan merumuskan intervensi keperawatan.
Pedoman penulisan kriteria hasil berdasarkan “SMART”
S  : Spesifik, tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti ganda
M : Measereble, tujuan keperawatan harus dapat di ukur, khususnya tentang  perilaku klien, dapat dilihat, di dengar, di raba, dan dirasakan
A  : Achievable, tujuan harus dapat di capai
R  : Reasonable, tujuan harus dapat dipertanggungjawabkan secar ilmiah
T  : Time, tujuan harus ada batas waktu pencapaian.
Intervensi pada kasus klien dengan fraktur berdasarkan diagnosa yang ada menurut Carpenito 2007 adalah:
a.       Nyeri akut
Tujuan: individu menyatakan peredaan setelah suatu tindakan peredaan yang memuaskan yang dibutuhkan oleh (sebutkan)
Indicator
1.      Menyebutkan factor-faktor yang meningkatkan nyeri
2.      Menyebutkan intervensi yang efektif
3.      Menyatakan bahwa orang lain memastikan bahwa nyeri memang ada
   Intervensi
1.      Kurangi adanya pengetahuan
2.      Beri informasi yang akurat untuk mengurangi rasa takut
3.      Hubungkan kegunaan anda tentang respon individu terhadap nyeri
4.      Bicarakan alas an individu mengalami peningkatan atau penurunan nyeri
5.      Beri individu kesempatan untuk istarahat siang dan dengan waktu tidur yang tidak terganggu pada malam hari (harus istirahat bila nyeri mereda)
6.      Bicarakan dengan individu dan keluarga penggunaan terapi distraksi, serta metode peredaan nyeri lain
7.      Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut
8.      Ajarkan tindakan pereda nyeri noninvasive yaitu relaksasi
9.      Beri individu pereda rasa sakit yang optimal dengan analgesic
10.  Beri informasi yang akurat untuk meluruskan kesalahan konsep pada keluarga
11.  Beri individu kesempatan untuk membicarakan ketakutan, marah, dan frustasi di tempat tersendiri; pahami kesukaran situasi
b.      Mobilitas, hambatan fisik
Tujuan: individu  melaporkan peningkatan kekuatan dan ketahanan tungkai
Indicator:
1.      Memperlihatkan penggunaan alat-alat adaftif untuk meningkatkan mobilitas
2.      Menggunakan tindakan pengamanan untuk meminimalkan kemungkinan cidera
3.      Menguraikan rasional intervensi
4.      Menunjukan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
Intervensi
1.      Rujuk pada sindrom disuse untuk intervensi pencegahan komplikasi mobilitas
2.      Ajarkan untuk melakukan latihan rentang gerak aktif pada anggota gerak yang sehat sedikitnya 4 kali sehari
3.      Posisi dalam kesejajaran tubuh untuk mencegah komplikasi
4.      Beri mobilisasi progresif
5.      Dorong penggunaan lengan yang sakit jika memungkinkan
6.      Minta individu untuk memperagakan, latihan penguatan, latihan rentang gerak.
c.       Defisit perawatan diri
Tujuan: individu melaksanakan aktifitas mandi pada tingkat optimal yang diharapkan atau melaporkan rasa puas dengan pencapaian meskipun dengan keterbatasan
Indicator:
1.      mengungkapkan perasaan nyaman dan puas tentang kebersihan tubuh 
2.      mendemonstrasikan kemampuan untuk menggunakan alat bantu adaftif
3.      menggambarkan fraktur penyebab dari kurangnya kemampuan untuk mandi
intervensi
1.      dorong individu untuk mengenakan alat bantu yang ditentukan
2.      pertahankan kehangatan suhu kamar mandi: suhu air yang di sukai individu
3.      beri privasi selama mandi rutin
4.      sediakan seluruh perlengkapan mandi dalam jangkauan individu
5.      beri perlengkapan yang adaftif jika di perlukan
2.2.4   Implementasi
Pelaksanaan adalah proses berkelanjutan perencanaan keperawatan oleh perawat (gaffar,2004).hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakukan pelaksanaan adalah melakukan validasi, penguasaan, keterampilan interpersonal,intelektual dan tehnikal.
   Ada tiga fase dalam implementas yaitui:
a.       Fase persiapan meliputi pengetahuan tentang rencana, validasi rencana, pengetahuan dan keterampilan mengimplementasikan rencana, persiapan klien,
b.      Fase oprasional merupakan puncak implementasi yang berorientasi pada tujuan. Implementasi dapat dilakukan dengan intervensi independen dan dependen atau tidak mandiri, interdependen atau sering di sebut tindakan kolaborasi
c.       Fase terminasi antara perawat dengan klien  setelah implementasi.
Tujuan utama dalam pelaksanaan keperawatan  secara umum pada klien dengan fraktur adalah mencakup bertambahnya istirahat, penghilangan kecemasan, pemahaman mengenai program keperawatan diri, dan tidak terjadi komplikasi prince  (Wilson 2006)
2.2.5   Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang terencana dan sistematis dari mengumpulkan, mengelompokkan, menganalisa dan membandingkan status kesehatan klien dengan tujuan yang diharapkan, dan menentukan tingkat pencapaian tujuan. Hal ini merupakan aktifitas yang berkelanjutan yang meliputi klien, keluarga, perawat dan anggota tim kesehatan lain.
Langkah evaluasi dari proses keperwatan mengukur respon klien ke arah pencapaian tujuan. Data dikumpulkan dengan dasar berkelanjutan untuk mengukur perubahan dalam fungsi, dalam kehidupan sehari- hari, dan dalam ketersediaan atau sumber eksternal. Selama evaluasi, perawat memutuskan apakah langkah proses keperawatan sebelumnya telah efektif dengan menelaah respon klien dan membandingkannya dengan perilaku yang disebutkan pada criteria hasil.

Terimkasih sudah berkunjung ke Blog Pengetahuan. Budayakan untuk berkomentar yang baik dan sesuai dengan materi postingan, komentar yang terlalu singkat kami anggap Spam dan tidak kami tanggapi
EmoticonEmoticon