PP
no 32 tahun 1996
PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
32 TAHUN 1996
TENTANG
TENAGA
KESEHATAN
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : Bahwa sebagai pelakssanaan
ketentuan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, dipandang perlu menetapkan
Peraturan Pemerintah tentang Tenaga Kesehatan.
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2)
Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992
tentang kesehatan (lembaga Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaga Negara
Nomor 3495).
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG
TENAGA
KESEHATAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam peraturan Pemerintah ini yang
dimaksud dengan:
1. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang
yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan
dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis
tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan;
2. Sarana kesehatan adalah tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan;
3. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan
untuk memlihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah
dan/atau masyarakat;
4. Menteri adalah Menteri yang bertanggung
jawab di bidang kesehatan.
BAB II
JENIS TENAGA KESEHATAN
Pasal 2
(1) Tenaga kesehatan terdiri dari:
a. Tenaga medis;
b. Tenaga keperawatan;
c. Tenaga kefarmasian;
d. Tenaga kesehatan masyarakat;
e. Tenaga gizi;
f. Tenaga keterampilan fisik;
g. Tenaga keteknisian medis;
(2) Tenaga medis meliputi dokter dan dokter
gig.
(3) Tenaga keperawatan meliputi perawat dan
bidan.
(4) Tenaga kefarmasian meliputi apoteker,
analis farmasi dan asisten apoteker.
(5) Tenaga kesehatan masyarakat meliputi
epidemolog kesehatan, entomology kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluhan
kesehatan, administrator kesehatan dan sanitarian.
(6) Tenaga gizi meliputi nutrisi dan
dietisien.
(7) Tenaga keterampilan fisik meliputi
fisioterapis, okupasiterapis dan terapis wicara.
(8) Tenaga keteknisian medis meliputi
radiographer, radioterapis, teknisi gigi, teknis elektromedis, analis
kesehatan, refraksionis optisien, otorik prostetik, teknisitranfusi dan perekam
medis.
BAB III
PERSYARATAN
Pasal 3
Tenaga kesehatan wajib memiliki pengetahuan
dan keterampilan di bidang kesehatan yang dinyatakan dengan ijazah dari lembaga
pendidikan.
Pasal 4
(1) Tenaga kesehatan hanya dapat melakukan
upaya kesehatan setelah tenaga kesehatan yang bersangkutan memiliki ijin dari
Menteri.
(2) Dikecualikan dari pemilikan ijin
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bagi tenaga kesehatan masyarakat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
perijinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri.
Pasal 5
(1) Selain ijin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (1), tenaga medis dan tenaga kefarmasian lulusan dari lembaga
pendidikan di luar negeri hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah yang
bersangkutan melakukan adaptasi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
adaptasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri.
BAB IV
PERENCANAAN, PENGADAAN DAN PENEMPATAN
Bagian Kesatu
Perencanaan
Pasal 6
(1) Pengadaan dan penempatan tenaga
kesehatan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan yang merata bagi
seluruh masyarakat.
(2) Pengadaan dan penempatan tenaga
kesehatan dilaksanakan sesuai dengan perencanaan nasional tenaga kesehtan.
(3) Perencanaan nasional tenaga kesehatan
disusun dengan memperhatikan factor:
a. Jenis pelayanan kesehatan yang
dibutuhkan oleh masyarakat;
b. Sarana kesehatan;
c. Jenis dan jumlah tenaga kesehatan yang
sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan.
(4) Perencanaan nasional tenaga kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan oleh Menteri.
Bagian Kedua
Pengadaan
Pasal 7
Pengadaan tenaga kesehatan dilakukan
melalui pendidikan dan pelatihan di bidang kesehatan.
Pasal 8
(1) Pendidkan di bidang kesehatan
dilaksanakan di lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau
masyarakat.
(2) Peyelenggaraan pendidikan di bidang
kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan berdasarkan ijin
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 9
(1) Pelatihan di bidang kesehatan diarahkan
untuk meningkatkan keterampilan ataupenguasaan pengetahuan di bidang teknis
kesehatan.
(2) Pelatihan di bidang kesehatan dapat
dilakukan secara berjenjang sesuai dengan jenis tenaga kesehatan yang
bersangkutan.
Pasal 10
(1) Setiap teaga kesehtan memiliki
kesempayan yang sama untuk mengikuti pelatihan di bidang kesehatan sesuai
dengan bidang tugasnya.
(2) Penyelenggara dan/atau pimpinan sarana
kesehatan bertanggung jawab atas pemberian kesempatan kepada tenaga kesehatan
yang ditempatkan dan/atau bekerja pada sarana kesehatan yang bersangkutan untuk
meningkatkan keterampilan atau pengetahuan melalui pelatihan dibidang
kesehatan.
Pasal 11
(1) Pelatihan di bidang kesehatan
dilaksanakan dib alai pelatihan tenaga kesehatan atau tempat pelatihan lainnya.
(2) Pelatihan di bidang kesehatan dapat
diselenggarakan oleh Pemerinah dan/atau masyarakat.
Pasal 12
(1) Pelatihan di bidang kesehatan yang
diselenggarakan oleh pemerintah dilaksanakan dengan memperhatikan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pelatihan di bidang kesehatan yang
diselenggarakab oleh masyarakat dilaksanakan atas dasar ijin Menteri.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
perijinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur oleh Menteri.
Pasal 13
(1) Pelatihan di bidang kesehatan wajib
memenuhi persyaratan tersedianya:
a. Calon peserta pelatihan;
b. Tenaga kepelatihan;
c. Kurikulum;
d. Sumber dana yang tetap untuk menjamin
kelangsungan penyelenggaraan pelatihan;
e. Sarana dan prasarana.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
persyaratan pelatihan di bidang kesehatn sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diatur oleh menteri.
Pasal 14
(1) Menteri dapat menghentikan pelatihan
apabila pelaksanaan peltihan di bidang kesehatan yang diselenggarakan oleh
masyarakat ternyata:
a. Tidak sesuai dengan arah pelatihan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1);
b. Tidak memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalm Pasal 13 ayat (1);
(2) Penghentian pelatihan karena ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat(1), dapat mengakibatkan decabutnya ijin
pelatihan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
penghentian pelatihan dan pencabutan ijin pelatihan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan ayat (2) diatur oeh menteri.
Bagian Ketiga
Penempatan
Pasal 15
(1) Dalam rangka pemerataan pelayanan
kesehatan bagi seluruh masyarakat, pemerintah dapat mewajibkan tenaga kesehatan
untuk ditempatkan pada sarana kesehatan tertentu untuk jangka waktu tertentu.
(2) Penempatan tenaga kesehatan sebagaimana
dimaksud dalam ayat 91) dilakukan dengan cara masa bakti.
(3) Pelaksanaan penempatan tenaga kesehatan
sebagimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan dengan
memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 16
Penempatan tenaga kesehatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan oleh dan menjadi
tanggung jawab menteri.
Pasal 17
Penempatan tenaga kesehatan dengan cara
masa bakti dilaksanakan dengan memperhatikan:
a. Kondisi wilayah dimana tenaga kesehatan
yang berssangkutan ditempatkan;
b. Lamanya penempatan;
c. Jenis pelayanan kesehatan yang
dibutuhkan oleh masyarakat;
d. Prioritas sarana kesehatan.
Pasal 18
(1) Penempatan tenaga kesehatan dengan cara
masa bakti dilaksanakan pada:
a. Sarana kesehatan yang diselenggarakan
oleh Pemerintah;
b. Sarana kesehatan yang diselenggarakan
oleh masyarakat yang ditunjuka oleh Pemerintah;
c. Lingkungan perguruan tinggi sebagai staf
pengajar;
d. Lingkungan Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia.
(2) Pelaksanaan ketentuan huruf c dan huruf
d sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri setelah
mendengar pertimbangan dari pimpinan instansi terkait.
Pasal 19
(1) Tenaga kesehatan yang telah
melaksanakan masa bakti diberikan surat keterangan dari menteri.
(2) Surat keterangan sebgaimana dimaksud
dalam ayat (1) merupakan persyaratan bagi tenaga kesehatan untuk memperoleh
ijin menyelenggarakan upaya kesehatan pada sarana kesehatan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
pemberian surat keterangan sebagimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh
Menteri.
Pasal 20
Status tenaga kesehatan dalam penempatan
tenaga kesehatan dapat berupa:
a. pegawai negeri; atau
b. pegawai tidak tetap.
BAB V
STANDAR PROFESI DAN PERLINDUNGAN HUKUM
Bagian Kesatu
Standar Profesi
Pasal 21
(1) Setiap tenaga kesehatan dalam melakukan
tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi tenaga kesehatan.
(2) standar profesi tenaga kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 22
(1) Bagi tenaga kesehatan jenis tertentu
dalam melaksanakan tugas profesinya berkewajiban untuk:
a. Menghormati hak pasien;
b. Menjaga kerahasiaan identitas;
c. Memberikan informasi yang berkaitan
dengan kondisi dan tindakan yang akan
dilakukan;
d. Meminta persetujuan terhadap tindakan
yang akan dilakukan;
e. Membuat dan memelihara rekam medis;
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 23
(1) Pasien berhak atas ganti rugi apabila
dalam pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 mengakibatkan terganggunya kesehatan, cacat atau
kematian yang terjadi karena kesalahan atau kelalaian.
(2) Ganti rugi sebagimana dimaksud ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Kedua
Perlindungan Hukum
Pasal 24
(1) Perlindungan hokum diberikan kepada
tenaga kesehatan yang melakukan tugasnya sesuai dengan standar profesi tenaga
kesehatan.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
BAB VI
PENGHARGAAN
Pasal 25
(1) Kepada tenaga kesehatan yang bertugas
pada sarana kesehatan atas dasar prestasi kerja, pengabdian, kesetiaan, berjasa
pada Negara atau menninggal dunia dalam melaksakan tugas diberikan penghargaan.
(2) Penghargaan sebagimana dimaksud dalam
ayat (1) dapat diberikan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.
(3) Bentuk penghargaan dapat berupa
kenaikan pangkat, tanda jasa, uang atau bentuk lain.
BAB VII
IKATAN PROFESI
Pasal 26
(1) Tenaga kesehatan dapat membentuk ikatan
profesi sebagai wadah untuk meningkatkan dan/atau mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan martabat dan kesejahteraan tenaga kesehatan.
(2) Pembentukan ikatan profesi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
BAB VIII
TENAGA KESEHATAN WARGA NEGARA ASING
Pasal 27
(1) Tenaga kesehatan warga Negara asing
hanya dapat melakukan upaya kesehatan atas dasar ijin dari Menteri.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
perijinan sebagimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri dengan
memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang
tenaga kerja asing.
BAB IX
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Pembinaan
Pasal 28
(1) Pembinaan tenaga kesehatan diarahkan
untuk meningkatkan mutu pengabdian profesi tenaga kesehatan
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilakukan melaluui pembinaan karier, disiplin dan teknis profesi
tenaga kesehatan.
Pasal 29
(1) Pembinaan karier tenaga kesehatan
meliputi kenaikan pangkat, jabatan dan pemberian penghargaan.
(2) Pembinaan karier tenaga kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 30
(1) Pembinaan disipllin tenaga kesehatan
menjadi tanggung jawab penyelenggara dan/atau pimpinan sarana kesehatan yang
bersangkutan.
(2) Pembinaan disiplin tenaga kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 31
(1) Menteri melakukan pembinaan teknis
profesi tenaga kesehatan.
(2) Pembinaan teknis profesi tenaga kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui:
a. Bimbingan;
b. Pelatihan di bidang kesehatan;
c. Penetapan standar profesi tenaga
kesehatan.
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 32
Menteri melakukan pengawasan terhadap
tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugas profesinya.
Pasal 33
(1) Dalam rangka pengawasan. Menteri dapat
mengambil tindakan disiplin terhadap tenaga kesahatan yang tidak melaksanakan
tugas sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan yang bersangkutan.
(2) Tindakan disiplin sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dapat berupa:
a. Teguran;
b. Pencabutan ijin untuk melakukan upaya
kesehatan.
(3) Pengambilan tindakan disiplin terhadap
tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) silaksanakan
dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB X
KETENTUAN PIDANA
Pasal 34
Barang siapa dengan sengaja
menyelenggarakan pelatihan di bidang kesehatan tanpa ijin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 ayat (2), dipidana sesuai dengan ketentuan Pasal 84
Undang-undangan Nomor 23 tahun 1992 tantang kesehatan.
Pasal 35
Berdasarkan ketentuan Pasal 86
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, barang siapa dengan
sengaja:
a. Melakukan upaya kesehatan tanpa ijin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1);
b. Melakukan upaya kesehatan tanpa
melakukan adaptasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1);
c. Melakukan upaya kesehatan tidak sesuai
dengan standar profesi tenaga kesehatan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (1);
d. Tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1); dipidana denda paling banyak Rp.
10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 36
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini,
maka semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan
tenaga kesehatan yang telah ada masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dan/atau belum diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 37
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada
tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahinya, memerintahkan perundangan
Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalm Lembaga Negara Republik
Indonesia.
Terimkasih sudah berkunjung ke Blog Pengetahuan. Budayakan untuk berkomentar yang baik dan sesuai dengan materi postingan, komentar yang terlalu singkat kami anggap Spam dan tidak kami tanggapi
EmoticonEmoticon