BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2. 1 Definisi Rheumatoid Artritis
Rhematoid arthritis merupakan suatu penyakit autoimun kronis dengan gejala nyeri, kekakuan, gangguan pergerakan, erosi sendi dan berbagai gejala inflamasi lainnya. Penyakit yang 75 % diderita oleh kaum hawa ini bisa menyerang semua sendi, namun sebagian besar menyerang sendi-sendi jari (proximal interphalangeal dan metacarpophalangeal).
Rheumatoid Arthritis (RA) merupakan penyakit autoimun (penyakit yang terjadi pada saat tubuh diserang oleh sistem kekebalan tubuhnya sendiri) yang mengakibatkan peradangan dalam waktu lama pada sendi. Penyakit ini menyerang persendian, biasanya mengenai banyak sendi, yang ditandai dengan radang pada membran sinovial dan struktur-struktur sendi serta atrofi otot dan penipisan tulang.
Umumnya penyakit ini menyerang pada sendi-sendi bagian jari, pergelangan tangan, bahu, lutut, dan kaki. Pada penderita stadium lanjut akan membuat si penderita tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari dan kualitas hidupnya menurun. Gejala yang lain yaitu berupa demam, nafsu makan menurun, berat badan menurun, lemah dan kurang darah. Namun kadang kala si penderita tidak merasakan gejalanya. Diperkirakan kasus Rheumatoid Arthritis diderita pada usia di atas 18 tahun dan berkisar 0,1% sampai dengan 0,3% dari jumlah penduduk Indonesia.
2. 2 Manifestasi Klinis Reumatoid Artritis
Tanda dan gejala setempat :
Ø Sakit persendian disertai kaku terutama pada pagi hari (morning stiffness) dan gerakan terbatas, kekakuan berlangsung tidak lebih dari 30 menit dan dapat berlanjut sampai berjam-jam dalam sehari. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan osteoartritis yang biasanya tidak berlangsung lama.
Ø Lambat laun membengkak, panas merah, lemah
Ø Poli artritis simetris sendi perifer à Semua sendi bisa terserang, panggul, lutut, pergelangan tangan, siku, rahang dan bahu. Paling sering mengenai sendi kecil tangan, kaki, pergelangan tangan, meskipun sendi yang lebih besar seringkali terkena juga
Ø Artritis erosif à sifat radiologis penyakit ini. Peradangan sendi yang kronik menyebabkan erosi pada pinggir tulang dan ini dapat dilihat pada penyinaran sinar X
Ø Deformitas à pergeseran ulnar, deviasi jari-jari, subluksasi sendi metakarpofalangea, deformitas boutonniere dan leher angsa. Sendi yang lebih besar mungkin juga terserang yang disertai penurunan kemampuan fleksi ataupun ekstensi. Sendi mungkin mengalami ankilosis disertai kehilangan kemampuan bergerak yang total
Ø Rematoid nodul à merupakan massa subkutan yang terjadi pada 1/3 pasien dewasa, kasus ini sering menyerang bagian siku (bursa olekranon) atau sepanjang permukaan ekstensor lengan bawah, bentuknya oval atau bulat dan padat.
Tanda dan gejala sistemik :
Lemah, demam tachikardi, berat badan turun, anemia, anoreksia. Bila ditinjau dari stadium, maka pada RA terdapat tiga stadium yaitu:
1) Stadium sinovitis
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai adanya hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat istirahat maupun saat bergerak, bengkak, dan kekakuan.
2) Stadium destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon. Selain tanda dan gejala tersebut diatasterjadi pula perubahan bentuk pada tangan yaitu bentuk jari swan-neck.
3) Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali, deformitas dan ganggguan fungsi secara menetap. Perubahan pada sendi diawali adanya sinovitis, berlanjut pada pembentukan pannus, ankilosis fibrosa, dan terakhir ankilosis tulang
Artritis rematoid bisa muncul secara tiba-tiba, dimana pada saat yang sama banyak sendi yang mengalami peradangan. Biasanya peradangan bersifat simetris, jika suatu sendi pada sisi kiri tubuh terkena, maka sendi yang sama di sisi kanan tubuh juga akan meradang. Yang pertama kali meradang adalah sendi-sendi kecil di jari tangan, jari kaki, tangan, kaki, pergelangan tangan, sikut dan pergelangan kaki.
Sendi yang meradang biasanya menimbulkan nyeri dan menjadi kaku, terutama pada saat bangun tidur atau setelah lama tidak melakukan aktivitas. Beberapa penderita merasa lelah dan lemah, terutama menjelang sore hari. Sendi yang terkena akan membesar dan segera terjadi kelainan bentuk.
Sendi bisa terhenti dalam satu posisi (kontraktur) sehingga tidak dapat diregangkan atau dibuka sepenuhnya. Jari-jari pada kedua tangan cenderung membengkok ke arah kelingking, sehingga tendon pada jari-jari tangan bergeser dari tempatnya.
2. 3 Pathofisiologi Rheumatoid Artritis
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema, kongesti vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi selular. Peradangan yang berkelanjutan, sinovial menjadi menebal, terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulasi membentuk pannus, atau penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk ke tulang sub chondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuer. Kartilago menjadi nekrosis.
Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi. Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis). Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian. Invasi dari tulang sub chondrial bisa menyebkan osteoporosis setempat.
Lamanya arthritis rhematoid berbeda dari tiap orang. Ditandai dengan masa adanya serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Yang lain. terutama yang mempunyai faktor rhematoid (seropositif gangguan rhematoid) gangguan akan menjadi kronis yang progresif.
Secara singkat dapat dikatakan Reaksi autoimun dalam jaringan sinovial yang melakukan proses fagositosis yang menghasilkan enzim – enzim dalam sendi untuk memecah kolagen sehingga terjadi edema proliferasi membran sinovial dan akhirnya membentuk pannus. Pannus tersebut akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang sehingga akan berakibat menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi.
2. 4 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Beberapa hasil uji laboratorium dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis artritis reumatoid. Sekitar 85% penderita artritis reumatoid mempunyai autoantibodi di dalam serumnya yang dikenal sebagai faktor reumatoid. Autoantibodi ini adalah suatu faktor anti-gama globulin (IgM) yang bereaksi terhadap perubahan IgG. Titer yang tinggi, lebih besar dari 1:160, biasanya dikaitkan dengan nodula reumatoid, penyakit yang berat, vaskulitis, dan prognosis yang buruk.
Faktor reumatoid adalah suatu indikator diagnosis yang membantu, tetapi uji untuk menemukan faktor ini bukanlah suatu uji untuk menyingkirkan diagnosis reumatoid artritis. Hasil yang positif dapat juga menyatakan adanya penyakit jaringan penyambung seperti lupus eritematosus sistemik, sklerosis sistemik progresif, dan dermatomiositis. Selain itu, sekitar 5% orang normal memiliki faktor reumatoid yang positif dalam serumnya. Insidens ini meningkat dengan bertambahnya usia. Sebanyak 20% orang normal yang berusia diatas 60 tahun dapat memiliki faktor reumatoid dalam titer yang rendah.
Laju endap darah (LED) adalah suatu indeks peradangan yang bersifat tidak spesifik. Pada artritis reumatoid nilainya dapat tinggi (100 mm/jam atau lebih tinggi lagi). Hal ini berarti bahwa laju endap darah dapat dipakai untuk memantau aktifitas penyakit. Artritis reumatoid dapat menyebabkan anemia normositik normokromik melalui pengaruhnya pada sumsum tulang. Anemia ini tidak berespons terhadap pengobatan anemia yang biasa dan dapat membuat penderita cepat lelah. Seringkali juga terdapat anemia kekurangan besi sebagai akibat pemberian obat untuk mengobati penyakit ini. Anemia semacam ini dapat berespons terhadap pemberian besi.
Pada Sendi Cairan sinovial normal bersifat jernih, berwarna kuning muda hitung sel darah putih kurang dari 200/mm3. Pada artritis reumatoid cairan sinovial kehilangan viskositasnya dan hitungan sel darah putih meningkat mencapai 15.000 – 20.000/ mm3. Hal ini membuat cairan menjadi tidak jernih. Cairan semacam ini dapat membeku, tetapi bekuan biasanya tidak kuat dan mudah pecah. Pemeriksaan laboratorium khusus untuk membantu menegakkan diagnosis lainya, misalnya : gambaran immunoelectrophoresis HLA (Human Lymphocyte Antigen) serta Rose-Wahler test.
2. Pemeriksaan Radiologi
Pada awal penyakit tidak ditemukan, tetapi setelah sendi mengalami kerusakan yang berat dapat terlihat penyempitan ruang sendi karena hilangnya rawan sendi. Terjadi erosi tulang pada tepi sendi dan penurunan densitas tulang. Perubahan ini sifatnya tidak reversibel. Secara radiologik didapati adanya tanda-tanda dekalsifikasi (sekurang-kurangnya) pada sendi yang terkena.
2. 5 Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi adalah :
1. Meringankan rasa nyeri dan peradangan
2. Memperatahankan fungsi sendi dan kapasitas fungsional maksimal penderita.
3. Mencegah atau memperbaiki deformitas
Program terapi dasar terdiri dari lima komponen dibawah ini yang merupakan sarana pembantu untuk mecapai tujuan-tujuan tersebut yaitu:
1. Istirahat
2. Latihan fisik
3. Panas
4. Pengobatan
Ø Aspirin (anti nyeri)dosis antara 8 s.d 25 tablet perhari, kadar salisilat serum yang diharapakan adalah 20-25 mg per 100 ml
Ø Natrium kolin dan asetamenofen à meningkatkan toleransi saluran cerna terhadap terapi obat
Ø Obat anti malaria (hidroksiklorokuin, klorokuin) dosis 200 – 600 mg/hari à mengatasi keluhan sendi, memiliki efek steroid sparing sehingga menurunkan kebutuhan steroid yang diperlukan.
Ø Garam emas
Ø Kortikosteroid
5. Nutrisi à diet untuk penurunan berat badan yang berlebih
Bila Rhematoid artritis progresif dan, menyebabkan kerusakan sendi, pembedahan dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri dan memperbaiki fungsi. Pembedahan dan indikasinya sebagai berikut:
a) Sinovektomi, untuk mencegah artritis pada sendi tertentu, untuk mempertahankan fungsi sendi dan untuk mencegah timbulnya kembali inflamasi.
b) Arthrotomi, yaitu dengan membuka persendian.
c) Arthrodesis, sering dilaksanakan pada lutut, tumit dan pergelangan tangan.
d) Arthroplasty, pembedahan dengan cara membuat kembali dataran pada persendian.
2. 6 Proses Keperawatan Reumatoid Artritis
A. PENGKAJIAN
1. Riwayat Keperawatan
ü Adanya keluhan sakit dan kekakuan pada tangan, atau pada tungkai.
ü Perasaan tidak nyaman dalam beberapa periode/waktu sebelum pasien mengetahui dan merasakan adanya perubahan pada sendi.
2. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi dan palpasi persendian untuk masing-masing sisi (bilateral), amati warna kulit, ukuran, lembut tidaknya kulit, dan pembengkakan.
2. Lakukan pengukuran passive range of mation pada sendi-sendi sinovial
· Catat bila ada deviasi (keterbatasan gerak sendi)
· Catat bila ada krepitasi
· Catat bila terjadi nyeri saat sendi digerakkan
3. Lakukan inspeksi dan palpasi otot-otot skelet secara bilateral
· Catat bia ada atrofi, tonus yang berkurang
· Ukur kekuatan otot
4. Kaji tingkat nyeri, derajat dan mulainya
5. Kaji aktivitas/kegiatan sehari-hari
3. Riwayat Psiko Sosial
Pasien dengan RA mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup tinggi apalagi pad pasien yang mengalami deformitas pada sendi-sendi karean ia merasakan adanya kelemahan-kelemahan pada dirinya dan merasakan kegiatan sehari-hari menjadi berubah. Perawat dapat melakukan pengkajian terhadap konsep diri klien khususnya aspek body image dan harga diri klien.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan tanda dan gejala yang dialami oleh pasien dengan artritis ditambah dengan adanya data dari pemeriksaan diagnostik, maka diagnosa keperawatan yang sering muncul yaitu:
1. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh, sendi, bengkok, deformitas.
2. Nyeri berhubungan dengan perubahan patologis oleh artritis rhematoid.
3. Risiko cedera berhubungan dengan hilangnya kekuatan otot, rasa nyeri.
4. intoleransi aktifitas sehari-hari berhubungan dengan terbatasnya gerakan.
C. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
NANDA NOC NIC
1. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh, sendi, bengkok, deformitas.P.197
Domain 6 : Persepsi/Kognitif
Kelas 3 : Citra Tubuh
Defenisi : Kebingungan tentang gambaran mental fisik pribadi
Batasan karakteristik :
· Prilaku menghindar akibat kehilangan salah satu organ tubuh
· Respon non verbal akibat perubahan actual tubuh
· Respon non verbal terhadap penerimaan perubahan tubuh
· Kehilangan organ tubuh
· Tidak mau melihat bagian tubuh
· Tidak mau menyentuh bagian tubuh
NOC 1
Citra Tubuh p. 123
Defenisi: Persepsi positif terhadap penampilan dan fungsi pribadi tubuh
Indicator:
§ Gambaran internal tubuh
§ Keseimbangan antara realita, ideal dan penampilan tubuh
§ Kepuasan penmapilan tubuh
§ Pengaturan penampilan fisik tubuh
§ Pengaturan perubahan fungsi tubuh
NIC 1
Perbaikan Citra Tubuh : 145
Defenisi : Peningkatan persepsi sadar dan ketidaksadarn dan sikap ke depan terhadap tubuhnya
Aktivitas:
o Menentukan dugaan citra tubuh pasien, sesuai dengan perkembangannya
o Membantu pasien untuk mendiskusikan perubahan yang terjadi akibat penyakit dan pembedahan
o Membantu pasien memelihara perubahan tubuh
o Membantu pasien untuk membedakan penampilan fisik dari perasaan yang beharga
o Membantu pasien untuk menentukan akibat dari persepsi yang sama penampilan tubuh.
o Monitoring pandangan diri secara berkala
o Monitoring apakah pasien melihat perubahan pada bagian tubuh
o Montoring pernyataan tentang persepsi identitas diri sehubungan denagn bagian tubuh dan berat badan
o Menentukan apakah perubahan citra tubuh berkontribusi dalam isolasi social
o Membantu pasien dalam mengidentifikasi penampilan yang akan meningkat
2. Nyeri berhubungan dengan perubahan patologis oleh artritis rhematoid.
Domain 12 : Kenyamanan
Kelas 1 : Kenyamanan Fisik
Defenisi : Ketidaknyamanan sensori dan ekspresi emosional akibat gangguan jaringan actual dan potensial dan dideskribsikan dengan dengan sustu gangguan (IASP) ; serangan mendadak atau lambat dari berbagai intensitas dari yang ringan hingga hebat , konstan atau berulang tanpa antisipasi atau prediksi terakhir dan waktunya >6 bulan.
Batasan karakteristik :
· Anorexia
· Perubahan pola tidur
· Fatigue
· Gangguan interaksi social
· Ekspresi verbal tentang nyeri
NOC 1
Control nyeri p. 326
Defenisi: perilaku individu dalam mengontrol nyeri.
Indicator:
§ Mengakui factor penyebab
§ Mengetahui nyeri
§ Menggunakan obat analgesic
§ Menjelaskan gejala nyeri
§ Melaporkan control nyeri yang telah dilakukan
NOC 2
Level nyeri p. 328
Defenisi :
Indicator :
§ Ekspresi nyeri
§ Frekuensi nyeri
§ Ekspresi wajah terhadap nyeri
NIC
Pain management (Manajemen nyeri) p. 412
Aktivitas:
o Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan factor presipitasi
o Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
o Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
o Kaji budaya yang mempengaruhi respion nyeri
o Determinasi akibat nyeri terhadap kualitas hidup
o Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
o Control ruangan yang dapat mempengaruhi nyeri
o Kurangi factor presipitasi nyeri
o Pilih dan lakukan penanganan nyeri
o Ajarkan pasien untuk memonitor nyeri
o Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
o Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
o Evaluasi keefektifan control nyeri
o Tingkatkan istirahat
o Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
3. Risiko cedera berhubungan dengan hilangnya kekuatan otot, rasa nyeri.
NOC :
Perilaku Aman: Mencegah
Jatuh dengan indikator
- Menghindari jatuh dan terpeleset di lantai
- Menggunakan tongkat
- Menjauhkan bahaya yang bisa menyebabkan jatuh
- Memakai alas kaki yang tidak mudah slip
- Mengatur tinggi tempat tidur
- Menggunakan alat Bantu penglihatan
NIC :
1. Manajemen Lingkungan
- ciptakan lingkungan yang aman bagi pasien
- identifilasi kebutuhan rasa aman bagi pasien berdasarkan tingkat fungsi fisik dan kognitif dan riwayat perilaku masa lalu
- jauhkan lingkungan yang mengancam
- jauhkan objek yang berbahaya dari lingkungan
- berikan side rail
- antarkan pasien selama aktivitas di luar rumah sakit
2. Mencegah Jatuh :
- Kaji penyebab defisit fisik pasien
- Kaji karakteristik lingkungan yang menyebabkan jatuh
- Monitor gaya jalan pasien, keseimbangan, tingkat kelelahan
- Berikan penerangan yang cukup
- Pasang siderail tempat tidur
4. Intoleransi aktifitas sehari-hari berhubungan dengan terbatasnya gerakan.
Intoleransi aktivitas
NOC :
Self Care :
ADLs
Toleransi aktivitas
Konservasi eneergi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pasien bertoleransi terhadap aktivitas dengan Kriteria Hasil :
Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR
Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secaramandiri
Keseimbangan aktivitas dan istirahat
NIC :
Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan
Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas (takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat, perubahan hemodinamik)
Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam merencanakan progran terapi yang tepat.
Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial
Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek
Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas
Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
Monitor respon fisik, emosi, social dan spiritual
D. EVALUASI
· Prilaku yang adaptif sehubungan dengan adanya masalah konsep diri
· Nyeri dapat berkurang
· Mampu untuk melakukan aktifitas sehari-hari
· Komplikasi dapat dihindari
· Meningkatkan mobilitas
· memahami cara perawatan di rumah
BAB III
PENUTUP
3. 1 Kesimpulan
1. Rhematoid arthritis merupakan suatu penyakit autoimun kronis dengan gejala nyeri, kekakuan, gangguan pergerakan, erosi sendi dan berbagai gejala inflamasi lainnya. Penyakit yang 75 % diderita oleh kaum hawa ini bisa menyerang semua sendi, namun sebagian besar menyerang sendi-sendi jari (proximal interphalangeal dan metacarpophalangeal) .
2. Manifestasi klinisnya antara lain :
Ø Kekakuan pada dan sekitar sendi yang berlangsung sekitar 30-60 menit di pagi hari
Ø Bengkak pada 3 atau lebih sendi pada saat yang bersamaan
Ø Bengkak dan nyeri umumnya terjadi pada sendi-sendi tangan
Ø Bengkak dan nyeri umumnya terjadi dengan pola yang simetris (nyeri pada sendi yang sama di kedua sisi tubuh) dan umumnya menyerang
3. Penatalaksanaanya antara lain :
Ø Istirahat
Ø Latihan fisik
Ø Panas
Ø Obat-obatan
Ø Nutrisi yang tepat
3. 2 Saran
1. Sebagai calon perawat hendaknya kita mengerti dan memahami tentang rheumatoid arthritis
2. Dengan memahami tentang rheumatoid arthritis diharapkan kita dapat melaksanakan asuhan keperawatan tentang penyakit tersebut dengan benar
DAFTAR PUSTAKA
Doenges E Marilynn. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
http//:www.wikipedia.com/Rheumatoid_arthritis.html
Terimkasih sudah berkunjung ke Blog Pengetahuan. Budayakan untuk berkomentar yang baik dan sesuai dengan materi postingan, komentar yang terlalu singkat kami anggap Spam dan tidak kami tanggapi
EmoticonEmoticon