Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Askep ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Adapun judul dari makalah ini adalah : ”ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN KELENJAR PANKREAS (pankreatitis)”.
Adapun tujuan dari pembuatan Askep ini yaitu agar pembaca dapat mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan pada klien gangguan kelenjar pankreas dengan pankreatitis.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini. penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Tomohon, Oktober 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………..1
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………2
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………3
A. Latar Belakang……………………………………………………………………….3
B. Tujuan Penulisan…………………………………………………………………….3
BAB II TINJAUAN TEORITIS…………………………………………………………….4
A.Defenisi………………………………………………………………………………4
B. Etiologi………………………………………………………………………………4
C. Klasifikasi……………………………………………………………………………4
D .manifestasi klinis…………………………………………………………………….5
E. patofisiologi………………………………………………………………………….6
F. Pathway………………………………………………………………………………7
G. Pemeriksaan Diagnostik……………………………………………………………..7
H. Penatalaksanaan Medis……………………………………………………………....8
BAB : III Konsep Keperawatan……………………...…………………………………….11
A. Pengkajian……………………………………………………………………….....11
B. Diagnosa Keperawatan…………………………………………………………….20
C. NOC dan NIC ……………………………………………………………………..20
BAB IV : PENUTUP……………………………………………………………………….25
A. Kesimpulan………………………………………………………………………..25
B. Saran………………………………………………………………………………25
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………26
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pankreas merupakan suatu organ yang mempunyai fungsi endokrin dan eksokrin, dan kedua fungsi ini saling berhubungan. Fungsi eksokrin yang utama adalah untuk memfasilitasi proses pencernaan melalui sekresi enzim-enzim ke dalam duodenum proksimal. Sekretin dan kolesistokinin-pankreozimin (CCC-PZ) merupakan hormon traktus gastrointestinal yang membantu dalam mencerna zat-zat makanan dengan mengendalikan sekret pankreas. Sekresi enzim pankreas yang normal berkisar dari 1500-2500 mm/hari.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Membantu mahasiswa dalam memahami secara umum konsep dari pankreatitis
2. Tujuan Khusus
Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan pankreatitis
Mampu menemukan masalah keperawatan pada klien dengan pankreatitis
Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan pankreatitis
Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan pankreatitis
Mampu mengevaluasi tindakan yang sudah dilakukan pada klien dengan pankreatitis
Mampu mengidentifikasi factor-faktor pendukung, penghambat serta dapat mencari solusinya
Mampu mendokumentasikan semua kegiatan keperawatan dalam bentuk narasi
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi
Pankreatitis (inflamasi pankreas) merupakan penyakit yang serius pada pankreas dengan intensitas yang dapat berkisar mulai dari kelainan yang relatif ringan dan sembuh sendiri hingga penyakit yang berjalan dengan cepat dan fatal yang tidak bereaksi terhadap berbagai pengobatan. (Brunner & Suddart, 2001; 1338)
Pankreatitis adalah kondisi inflamasi yang menimbulkan nyeri dimana enzim pankreas diaktifasi secara prematur mengakibatkan autodigestif dari pankreas. (Doengoes, 2000;558)
Pankreatitis akut adalah inflamasi pankreas yang biasanya terjadi akibat alkoholisme dan penyakit saluran empedu seperti kolelitiasis dan kolesistisis. (Sandra M. Nettina, 2001)
B. Etiologi
- Batu saluran empedu
- Infeksi virus atau bakteri
- Alkoholisme berat
- Obat seperti steroid, diuretik tiazoid
- Hiperlipidemia, terutama fredericson tipe V
- Hiperparatiroidisme
- Asidosis metabolik
- Uremia
- Imunologi seperti lupus eritematosus
- Pankreatitis gestasional karena ketidakseimbangan hormonal
- Defisiensi protein
- Toksin
- Lain-lain seperti gangguan sirkulasi, stimulsi vagal
( Arief Mansjoer, 2000)
C. Klasifikasi
Pancreatitis dibagi menjadi 2 (dua) yaitu: pancreatitis akut dan pancreatitis kronik
1. Pankreatitis Akut adalah peradangan pankreas yang terjadi secara tiba-tiba, bisa bersifat ringan atau berakibat fatal. Secara normal pankreas mengalirkan getah pankreas melalui saluran pankreas (duktus pankreatikus menuju ke usus dua belas jari (duodenum). Getah pankreas ini mengandung enzim-enzim pencernaan dalam bentuk yang tidak aktif dan suatu penghambat yang bertugas mencegah pengaktivan enzim dalam perjalanannya menuju ke duodenum. Sumbatan pada duktus pankreatikus (misalnya oleh batu empedu) akan menghentikan aliran getah pankreas. Biasanya sumbatan ini bersifat sementara dan menyebabkan kerusakan kecil yang akan segera diperbaiki. Namun bila sumbatannya berlanjut, enzim yang teraktivasi akan terkumpul di pankreas, melebihi penghambatnya dan mulai mencerna sel-sel pankreas, menyebabkan peradangan yang berat. Kerusakan pada pankreas bisa menyebabkan enzim keluar dan masuk ke aliran darah atau rongga perut, dimana akan terjadi iritasi dan peradangan dari selaput rongga perut (peritonitis) atau organ lainnya. Bagian dari pankreas yang menghasilkan hormon, terutama hormon insulin, cenderung tidak dihancurkan atau dipengaruhi. .
2. Pankreatitis kronis adalah peradangan pankreas yang tidak sembuh-sembuh, yang semakin parah dari waktu ke waktu dan mengakibatkan kerusakan pankreas yang permanen. Penyebab paling umum adalah menkonsumsi alkohol yang berlebihan selama bertahun-tahun, tetapi kondisi seperti gangguan herediter (keturunan), gangguan autoimun (Imunitas tubuh). Pankreatitis kronis memiliki kesamaan gejala dengan Pankreatitis akut, dan gejala tambahan berupa diare, kotoran berminyak dan penurunan berat badan.
D. Manifestasi Klinis
Nyeri abdomen yang hebat merupakan gejala utama pankreatitis yang menyebabkan pasien datang ke rumah sakit. Rasa sakit dan nyeri tekan abdomen yang disertai nyeri pada punggung, terjadi akibat iritasi dan edema pada pankreas yang mengalami inflamasi tersebut sehingga timbul rangsangan pada ujung-ujung saraf. Peningkatan tekanan pada kapsul pankreas dan obstruksi duktus pankreatikus juga turut menimbulkan rasa sakit.
Secara khas rasa sakit yang terjadi pada bagian tengah ulu hati (midepigastrium). Awitannya sering bersifat akut dan terjdi 24-48 jam setelah makan atau setelah mengkonsumsi minuman keras; rasa sakit ini dapat bersifat menyebar dan sulit ditentukan lokasinya. Umumnya rasa sakit menjadi semakin parah setelah makan dan tidak dapat diredakan dengan pemberian antasid. Rasa sakit ini dapat disertai dengan distensi abdomen, adanya massa pada abdomen yang dapat diraba tetapi batasnya tidak jelas dan dengan penurunan peristatis. Rasa sakit yang disebabkan oleh pankreatitis sering disertai dengn muntah.
Pasien tampak berada dalam keadaan sakit berat defens muskuler teraba pada abdomen. Perut yang kaku atau mirip papan dapat terjadi dan merupakan tanda yang fatal. Namun demikian abdomen dapat tetap lunak jika tidak terjadi peritonitis. Ekimosis (memar) didaerah pinggang dan disekitar umbilikus merupakan tanda yang menunjukkan adanya pankreatitis haemoragik yang berat.
Mual dan muntah umumnya dijumpai pada pankreatitis akut. Muntahan biasanya berasal dari isi lambung tetapi juga dapat mengandung getah empedu. Gejala panas, ikterus, konfusidan agitasi dapat terjadi.
Hipotensi yang terjadi bersifat khas dan mencerminkan keadaan hipovolemia serta syok yang disebabkan oleh kehilangan sejumlah besar cairan yang kaya protein, karena cairan ini mengalir kedalam jaringan dan rongga peritoneum. Pasien dapat mengalami takikardia, sianosis dan kulit yang dingin serta basah disamping gejala hipotensi. Gagal ginjal akut sering dijumpai pada keadaan ini.
Gangguan pernafasan serta hipoksia lazim terjadi, dan pasien dapat memperlihatkan gejala infiltrasi paru yang difus, dispnoe, tachipnoe dan hasil pemeriksaan gas darah abnormal. Depresi miokard, hipokalsemia, hiperglikemia dan koagulopati intravaskuler diseminata dapat pula terjadi pada pankreatitis akut (Brunner & Suddart, 2001:1339)
E. Patofisiologi
Patofisiologi dari pankreatitis akut berhubungan juga dengan kasus batu empedu. Batu empedu yang memasuki duktus koledokus dan terperangkap dalam saluran ini pada daerah ampula vater, lalu menyumbat aliran getah pankreas sehingga menyebabkan aliran balik getah empedu dari duktus kholedokus ke dalam duktus pankreatikus, akibatnya akan mengaktifkan yang kuat dalam pankreas dimana dalam keadaan normal enzim-enzim ini berada dalam bentuk inaktif sampai getah pankreas mencapai lumen duodenum. Spasme dan edema pada ampula vater yang terjadi akibat duodenitis kemungkinan dapat menimbulkan pankreatitis.
Mortalitas akibat pankreatitis akut cukup tinggi (10%) akibat terjadinya syok, anoreksia, hipotensi dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pankreatitis akut memiliki keparahan yang berkisar dari kelainan yang relative ringan dan sembuh dengan sendirinya hingga penyakit yang dengan cepat menjadi fatal serta tidak responsive terhadap berbagai terapi.
F. PATHWAY
Virus/ kuman
Pembuluh darah
Reaksi antibody
Perlawanan antigen dan antibody
Lekosit meningkat MK: resti infeksi
Inflamasi MK: nyeri
Syndroma respon inflamasi sistemik kegagalan sistem pertahanan tubuh
Sepsis kegagalan multiorgan
MK: gangguan nutrisi Pankreatitis
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Scan-CT : menentukan luasnya edema dan nekrosis
2. Ultrasound abdomen: dapat digunakan untuk mengidentifikasi inflamasi pankreas, abses, pseudositis, karsinoma dan obstruksi traktus bilier.
3. Endoskopi : penggambaran duktus pankreas berguna untuk diagnosa fistula, penyakit obstruksi bilier dan striktur/anomali duktus pankreas. Catatan : prosedur ini dikontra indikasikan pada fase akut.
4. Aspirasi jarum penunjuk CT : dilakukan untuk menentukan adanya infeksi.
5. Foto abdomen : dapat menunjukkan dilatasi lubang usus besar berbatasan dengan pankreas atau faktor pencetus intra abdomen yang lain, adanya udara bebas intra peritoneal disebabkan oleh perforasi atau pembekuan abses, kalsifikasi pankreas.
6. Pemeriksaan seri GI atas : sering menunjukkan bukti pembesaran pankreas/inflamasi.
7. Amilase serum : meningkat karena obstruksi aliran normal enzim pankreas (kadar normal tidak menyingkirkan penyakit).
8. Amilase urine : meningkat dalam 2-3 hari setelah serangan.
9. Lipase serum : biasanya meningkat bersama amilase, tetapi tetap tinggi lebih lama.
10. Bilirubin serum : terjadi pengikatan umum (mungkin disebabkan oleh penyakit hati alkoholik atau penekanan duktus koledokus).
11. Fosfatase Alkaline : biasanya meningkat bila pankreatitis disertai oleh penyakit bilier.
12. Albumin dan protein serum dapat meningkat (meningkatkan permeabilitas kapiler dan transudasi cairan kearea ekstrasel).
13. Kalsium serum : hipokalsemi dapat terlihat dalam 2-3 hari setelah timbul penyakit (biasanya menunjukkan nekrosis lemak dan dapat disertai nekrosis pankreas).
14. Kalium : hipokalemia dapat terjadi karena kehilangan dari gaster; hiperkalemia dapat terjadi sekunder terhadap nekrosis jaringan, asidosis, insufisiensi ginjal.
15. Trigliserida : kadar dapat melebihi 1700 mg/dl dan mungkin agen penyebab pankreatitis akut.
16. LDH/AST (SGOT) : mungkin meningkat lebih dari 15x normal karena gangguan bilier dalam hati.
17. Darah lengkap : SDM 10.000-25.000 terjadi pada 80% pasien. Hb mungkin menurun karena perdarahan. Ht biasanya meningkat (hemokonsentrasi) sehubungan dengan muntah atau dari efusi cairan kedalam pankreas atau area retroperitoneal.
18. Glukosa serum : meningkat sementara umum terjadi khususnya selama serangan awal atau akut. Hiperglikemi lanjut menunjukkan adanya kerusakan sel beta dan nekrosis pankreas dan tanda aprognosis buruk. Urine analisa; amilase, mioglobin, hematuria dan proteinuria mungkin ada (kerusakan glomerolus).
19. Feses : peningkatan kandungan lemak (seatoreal) menunjukkan gagal pencernaan lemak dan protein (Dongoes, 2000).
H. Penatalaksaaan
Tidak ada terapi yang diketahui dapat menghentikan siklus aktivasi enzim pankreas dengan inflamasi dan nekrosis kelenjar. Tetapi definitif ditujukan pada penyebab gamggua. Prioritas keperawatan dan medis untuk penatalaksanaan pendukung dari pankreatitis akut termasuk sebagai berikut:
- Penggantian cairan dan elektrolit
• Penggantian cairan menjadi prioritas utama dalam penanganan pankreatitis akut. Larutan yang diperintahkan dokter untuk resusitasi cairan adalah koloid atau ringer laktat. Namun dapat pula diberikan plasma segar beku atau albumin. Tanpa memperhatikan larutan mana yang dipergunakan. Penggantian cairan digunakan untuk memberikan perfusi pankreas, yang hal ini diduga mengurangi perkembangan keparahan rasa sakit. Ginjal juga tetap dapat melakukan perfusi dan ini dapat mencegah terjadinya gagal ginjal akut. Pasien dengan pankreatitis hemorragia kut selain mendapat terapi cairan mungkin juga membutuhkan sel-sel darah merah untuk memulihkan volume. Pasien dengan penyakit parah yang mengalami hipertensi, gagal memberikan respon terhadap terapi cairan mungkin membutuhkan obat-obatan untuk mendukung tekanan darah. Obat pilihannya adalah dopamin yang dapat dimulai pada dosis yang rendah (2-5 ug/kg/menit). Keuntungan obat ini adalah bahwa dosis rendah dapat menjaga perfusi ginjal sementara mendukung tekanan darah. Pasien hipokalsemia berat ditempetkan pada situasi kewaspdaan kejang dengan ketersediaan peralatan bantu nafas. Perawat bertanggung jawab untuk memantau kadar kalsium, terhadap pemberian larutan pengganti dan pengevaluasian respon pasien terhadap kalsium yang diberikan. Penggantian kalsium harus didifusikan melalui aliran sentral, karena infiltrasi perifer dapat menyebabkan nekrosis jaringan. Pasien juga harus dipantau terhadap toksisitas kalsium. Hipomagnesemia juga dapat timbul bersama hipokalsemia dan magnesium yang juga perlu mendapat penggantian. Koreksi terhadap magnesium biasanya dibutuhkan sebelum kadar kalsium menjadi normal. Kalium adalah elektrolit lain yang perlu diganti sejak awal sebelum regimen pengobatan karena muntah yang berhubungan dengan pangkreatitis akut. Kalium dalam jumlah yang berlebihan juga terdapat dalam getah pankreas. Kalsium harus diberikan dalam waktu lambat lebih dari satu jam lebih dengan menggunakan pompa infus. Pada beberapa kasus, hiperglikemia dapat juga berhubungan dengan dehidrasi atau ketidakseimbangan elektrolit lainnya. Mungkin diperintahkan pemberian insulin lainnya dengan skala geser, insulin ini perlu diberikan dengan hati-hati, karena kadar glukagon sementara pada pankreatitis akut (Hudak dan Gallo, 1996).
- Pengistirahatan pankreas
• Suction nasogastric digunakan pada kebanyakan pasien dengan pankreatitis akut untuk menekan sekresi eksokrin pankreas dengan pencegahan pelepasan sekretin dari duodenum. Mual, muntah dan nyeri abdomen dapat juga berkurang bila selang nasogastric ke suction lebih dini dalam perawatan. Selang nasogastrik juga diperlukan pasien dengan illeus, distensi lambung berat atau penurunan tingkat kesadaran untuk mencegah komplikasi akibat aspirasi pulmoner. Puasa ketat (tak ada masukan peroral) harus dipertahankan sampai nyeri abdomen reda dan kadar albumin serum kembali normal. Namun parenteral total dianjurkan untuk pasien pankreatitis mendadak dan parah yang tetap dalam status puasa jangka panjang dengan suction nasogastrik dengan illeus paralitik, nyeri abdomen terus-menerus atau komplikasi pankreas. Lipid tidak boleh diberikan karena dapat meningkatkan kadar trigliserida lebih jauh dan memperburuk proses peradangan. Pada pasien dengan pankreatitis ringan cairan peroral biasanya dapat dimulai kembali dalam 3-7 hari dengan penggantian menjadi padat sesuai toleransi. Status puasa yang diperpanjang dapat menyulitkan pasien. Perawatan mulut yang sering dan posisi yang sesuai serta memberikan pelumasan pada selang nasogastric menjadi penting dengan mempertahankan integritas kulit dan memaksimalkan kenyamanan pasien. Dianjurkan tirah baring untuk mengurangi laju metabolisme basal pasien. Hal ini selanjutnya akan mengurangi rangsangan dari sekresi pankreas (Hudak dan Gallo, 1996).
- Penatalaksanaan nyeri
• Analgesik diberikan untuk kenyamanan pasien maupun untuk mengurangi rangsangan saraf yang diinduksi stress atau sekresi lambung dan pankreas. Meferidan (dimerol) digunakan menggantikan morfin karena morfin dapat menginduksi spasme sfingter oddi (Sabiston, 1994).
- Pencegahan komplikasi
• Karena sebab utama kematian adalah sepsis maka antibiotika diberikan. Antasid biasanya diberikan untuk mengurangi pengeluaran asam lambung dan duodenum dan resiko perdarahan sekunder terhadap gastritis atau duodenitis (Sabiston, 1994).
- Diet
• Tinggi kalori tinggi protein rendah lemak (Barabara C. long, 1996).
- Pemberian enzim pankreas : pankreatin (viakose), pankrelipase (cotozym), pankrease (Barbara C. long, 1996).
- Fiberoscopy dengan kanulisasi dan spingterotomi oddi (Barbara C. long,1996).
- Intervensi bedah
• Terapi bedah mungkin diperlukan dalam kasus pankreatitis akut yang menyertai penyakit batu empedu. Jika kolesistisis atau obstruksi duktus komunistidak memberikan respon terhadap terapi konservatif selama 48 jam pertama, maka kolesistosyomi, koleastektimi atau dekompresi duktus komunis.mungkin diperlukan untuk memperbaiki perjalanan klinik yang memburuk secara progresif. Sering adanya kolesistisis gangrenosa atau kolengitis sulit disingkirkan dalam waktu singkat dan intervensi yang dini mungkin diperlukan, tetapi pada umumnya terapi konservatif dianjurkan sampai pankreatitis menyembuh, dimana prosedur pada saluran empedu bisa dilakukan dengan batas keamanan yang lebih besar (Sabiston, 1994).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PENKRESTITIS
A. PENGKAJIAN
3.1 Pengkajian
3.1.1. Identitas
• Nama : Mr. X
• Umur : usia 65 thn
• Kelamin : Laki - laki
• Pendidikan : smp
• Pekerjaan : tani
• Alamat : gorontalo
• Penanggung jawab : Ny. X
a. Keluhan Utama : nyeri di epigastrium, abdomen bawah
b. Riwayat Penyakit Sekarang : nyeri di epigastrium, abdomen bawah
c. Riwayat Penyakit Dahulu : hipertensi
d. Riwayat Penyakit Keluarga : pankreatitis
3.1.2 Pola Fungsi Kesehatan
o a. Pola persepsi terhadap kesehatan
1) Penggunaan tembakau
a) Ya/tidak : ya
b) Berhenti kapan : berhenti sejak bedrest
c) Macam: pipa atau cerutu : rokok
d) Frekuensi : < 1 pack/hari,
2) NAPZA : tidak
3) Alkohol: tidak
o b.Pola aktifitas dan latihan
a) Keadaan aktifitas sehari-hari
(1) Kebiasaan olahraga : (waktu, lama, teratur/tidak) : teratur
(2) Jenis olahraga : lari
(3) Alat bantu untuk memenuhi aktifitas setiap hari: tidak ada
(4) Apakah aktivitas sehari-hari dapat dilakukan sendiri, bantuan alat, orang lain
o c. Pola istirahat dan tidur
o 1). Sebelum sakit
o a) Kebutuhan istirahat
(1) Kapan : saat merasa lelah
(2) Berapa lama : 2-3 jam
(3) Kegiatan untuk mengisi waktu luang : bersantai di rumah
(4) Apakah menyediakan waktu untuk istirahat pada waktu siang hari : tidak
(5) Dalam suasana yang bagaimana klien dapat istirahat dan mengisi waktu luang : saat libur kerja
o b) Kebutuhan tidur
(1) Jumlah tidur dalam sehari : 1 x
(2) Tidur malam : 8 jam
(3) Apakah tidur malam yang diutamakan atau tidur siang yang diutamakan : tidur malam
(4) Kebiasaan pengantar tidur : tidak ada
(5) Apakah klien selalu tidur dengan teman atau seorang diri : dengan istri.
(6) Perangkat/alat yang selalu digunakan untuk tidur : selimut dan bantal
(7) Keluhan dalam hal tidur : tidak ada
2) Selama sakit
o a) Kebutuhan Istirahat
Pasien sangat banyak membutuhkan istirahat selama sakit.
b) Kebutuhan Tidur
(1) Jumlah tidur dalam sehari : pasien dalam keadaan somnolent
(2) Penghantar untuk tidur : tidak ada
(3) Keluhan tidur : tidak terkaji karena pasien somnolent
(4) Apakah klien kesakitan atau sesak nafas, dll : pasien terlihat kesulitan saat bernapas.
o d. Pola Nutrisi-Metabolik
1) Sebelum sakit :
o - Frekuensi makan : 3 x sehari
- Jenis makanan/diet : nasi, sayur dan lauk pauk
- Porsi yang dihabiskan : 15-20 sendok makan
- Makanan yang disukai : makanan atau minuman yang manis (teh manis)
- Makanan yang tidak disukai : tidak ada
- Makanan pantang : tidak ada
- Makanan tambahan/vitamin : tidak ada
- Kebiasaan makan : di rumah
- Nafsu makan : R baik, £ sedang, £ kurang.
- Alasan : tidak ada keluhan dengan makannya.
- Banyaknya minum : ( 800 cc/24 jam)
- Jenis minuman : air putih dan teh manis
- Minuman yang tidak disukai : tidak ada
- Minuman pantang : tidak ada
- Perubahan BB 6 bulan terakhir : berkurang : 8 kg.
o
2) Selama sakit
- Jenis makanan : makanan cair
- Frekuensi makan : 6 kali
- Porsi makan yang dihabiskan : 250 cc
- Banyaknya minum dalam sehari : 1200 cc
- Jenis minuman : air putih
- Keluhan : tidak terkaji karena pasien somnolent
o e. Pola Eliminasi
1) Sebelum sakit
a) Buang air besar (BAB)
- Frekuensi : 1 x sehari
- Waktu : pagi hari
- Warna : tidak terkaji
- Konsistensi : tidak terkaji
- Posisi waktu BAB duduk/jongkok : jongkok
- Penghantar untuk BAB, misal: membaca, merokok, dll : merokok
- Pemakaian obat, misal: obat pencahar, dll : tidak ada
- Keluhan lain : tidak ada keluhan
b) Buang air kecil (BAK)
- Frekuensi (dalam sehari) : tidak terkaji
- Jumlah (cc/24 jam) : tidak terkaji
- Warna : tidak terkaji
- Bau : tidak terkaji
- Keluhan : tidak ada
2) Selama sakit
a) Buang air besar (BAB)
- Frekuensi : 1 kali sehari
- Waktu : siang hari
- Warna : kuning
- Konsistensi : lembek
- Keluhan : tidak terkaji karena pasien somnolent
b) Buang air kecil (BAK)
- Frekuensi (dalam sehari) : 1 kali
- Jumlah (cc/24 jam) : 100 cc
- Warna : kuning kecoklatan
- Bau : tidak bau
- Keluhan : tidak terkaji karena pasien somnolent
Alat bantu buang air kecil, kateter,kondom / plastik, digunakan sejak dirawat di RS.
o f. Pola kognitif perseptual
o 1) Keadaan mental : tidak ada respon
2) Berbicara : tidak mampu berbicara
3) Bahasa yang dikuasai : Indonesia, Lain-lain: Jawa
4) Kemampuan membaca : tidak mampu membaca
5) Kemampuan berkomunikasi : tidak mampu berkomunikasi
6) Kemampuan memahami informasi : tidak mampu memahami informasi
7) Pendengaran : baik
8) Penglihatan : Pasien sulit membuka mata
9) Vertigo : tidak ada
10) Tak nyaman/nyeri : tidak terkaji
g. Pola konsep diri tidak terkaji karena pasien somnolent
o h. Pola koping
o 1) Pengambilan keputusan : £ (sendiri), R (dibantu orang lain), siapa: istri
2) Hal-hal yang dilakukan jika mempunyai masalah:
a) £ Tidur
b) £ Makan
c) £ Minum obat
d) £ Cari pertolongan
e) £ Marah
f) R Diam
o i.Pola seksual –Reproduksi
1) Gangguan hubungan seksual : Ada/tidak. Jika Ada karena penyakit yang menyebabkan pasien mengalami gangguan mobilitas fisik.
2) Pemahaman terhadap fungsi seksual : kurang memahami
o j. Pola Peran hubungan
1) Status pekerjaan
2) Apakah klien berkecimpung dalam kelompok masyarakat: Tidak pernah lagi setelah sakit.
3) Sistem pendukung :
a) Ada / Tidak ada. Jika ada, siapa : ada
(1) Pasangan
(2) Tetangga/teman
(3) Keluarga dalam rumah yang sama
(4) Keluarga dalam rumah terpisah
b) Dukungan keluarga selama masuk rumah sakit : istri selalu setia menunggu pasien selama di Rumah Sakit.
4) Kesulitan dalam keluarga : tidak ada gangguan atau kesulitan dalam hubungan dengan saudara ataupun keluarga.
5) Selama sakit
a) Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga : baik
b) Bagaimana hubungan dengan masyarakat : kurang
c) Bagaimana hubungan dengan pasien lain, anggota kesehatan lain : baik
o k. Pola Nilai dan Keyakinan
1) Sebelum sakit
a) Agama : Islam
b) Larangan agama : tidak ada
c) Kegiatan keagamaan
Macam : sholat
Frekuensi : 5 waktu / kali sehari
o
2) Selama sakit
a) Kegiatan keagamaan yang ingin dilakukan selama di Rumah Sakit : tidak terkaji karena pasien somnolent.
o 3.1.3 Pengkajian Fisik
a. Pengukuran TB : 170 cm.
b. Pengukuran BB : 52 kg.
c. Pengukuran Vital Sign :
Tekanan darah : 120/70 mmHg,
Nadi : 60 x/mnt.
Suhu : 370C
Respirasi : 16 x/mnt.
d. Tingkat Kesadaran (kuantitatif & kualitatif)
o e. Keadaan Umum:
Klien tampak sakit : berat
Alasan : pasien nampak lemah dan dalam keadaan somnolent.
o 3.1.4 Pemeriksaan Fisik (Head to toe)
1) Kepala
a) Bentuk kepala, kulit kepala, luka, ketombe : bentuk kepala lonjong, kulit kepala kotor.
b) Pertumbuhan rambut: lebat, mudah rontok : pertumbuhan rambut jarang.
c) Kesan wajah (simetris/tidak, pembengkakan) : simetris, tidak ada pembengkakan
2) Mata
a) Kebersihan, gangguan pada mata: kemerahan, air mata, dll : kemerahan
b) Pemeriksaan celah mata, konjungtiva, dan sklera : pucat
c) Pemeriksaan pupil : isokor
d) Pemeriksaan visus dengan kartu snellen : tidak terkaji
e) Pemeriksaan tekanan bolamata (TIO) : tidak terkaji
f) Refleks terhadap cahaya : positif
3) Telinga
a) Fungsi pendengaran : tidak terkaji
b) Bentuknya : simetris antara bentuk telinga kanan maupun kiri.
c) Periksa lubang telinga dan membrana tympani : ada pantulan cahaya
d) Mastoid (nyeri, dll) : tidak terkaji
e) Apakah keluar cairan : tidak keluar cairan
f) Kebersihan : kotor
4) Hidung
a) Posisi septum : lurus/ simetris
b) Sekret hidung : ada secret
c) Nyeri sinus, polip : tidak terkaji
d) Fungsi pembauan : tidak terkaji
e) Penggunaan aksesoris (tindik) : tidak ada penggunaan aksesoris
5) Mulut dan tenggorokan
a) Kemampuan berbicara : tidak mampu berbicara
b) Keadaan bibir: Seilosis, Seilisis, gusi dan selaput lendir dan lain-lain
c) Warna lidah : putih
d) Keadaan palatum : kotor
e) Gigi gerigi, letak gigi, kondisi gigi : gigi bagian depan atas sabagian sudah tidak ada.
f) Penggunaan aksesoris (tindik) : tidak menggunakan aksesoris
6) Leher
a) Bentuk, gerakan : simetris, gerakan terbatas
b) Pembesaran thiroid : tidak ada pembesaran tiroid
c) Kelenjar getah bening : tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening
d) Kelainan lainnya : tidak ada
7) Dada
a) Inspeksi
(1) Perhatikan simetris atau tidak : simetris
(2) Kelainan bentuk dada : tidak ada kelainan bentuk dada
(3) Retraksi dada : tidak ada retraksi dada
(4) Ketinggalan gerak : tidak ada
(5) Karakter pernafasan : dalam
(6) Ukuran (konfigurasi) dada anterio-posterior : 2:1
(7) Ictus cordis : ictus cordis terlihat
b) Palpasi
(1) Simetris atau tidak pada waktu bernafas : simetris
(2) Adanya massa : tidak ada massa
(3) Pernafasan (kecepatan, kedalaman, jenis pernafasan) : pernafasan lambat dan dalam, kusmaul.
(4) Ictus cordis : ictus cordis teraba
c) Perkusi
(1) Suara pekak pada seluruh lapang paru
(2) Bunyi dullness berkurang pada jantung
d) Auskultasi
(1) Suara napas : egophoni
(2) Bunyi tambahan : ronkhi basah
8) Punggung
- Tidak ada kelainan bentuk punggung
9) Abdomen
a) Inspeksi
o (1) Warna kulit : kuning langsat
(2) Bentuk/kontur : agak buncit
(3) Simetris atau tidak : simetris
(4) Ada luka di bagian kanan perutnya
b) Auskultasi
Suara bising usus : 25 x/menit
c) Perkusi
Suara timpani dan tidak ada ascites
d) Palpasi
(1) Tidak ada pembesaran hepar maupun lien
(2) Tidak ada distensi abdomen
10) Ekstremitas
Atas :
a) Terpasang infus di tangan kiri
b) Terdapat luka dekubitus di lengan atas bagian kanan
Bawah :
a) Terdapat ulkus di tungkai kaki kanan
11) Integumen
a) Ulkus dekubitus di punggung, pantat
b) Turgor kulit tidak elastic
12) Genetalia
Terpasang plastik atau tampungan urin
B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri b.d proses inflamasi
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d mual muntah
3. Resiko infeksi b.d imobilisasi, proses inflamasi, akumulasi cairan
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
C. NIC dan NOC
Dx 1 : Nyeri b.d proses inflamasi
NOC :
• Pain Level,
• Pain control,
• Comfort level
Kriteria Hasil :
v Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
v Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
v Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
v Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
v Tanda vital dalam rentang normal
NIC :
Pain Management
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
6. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
7. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
8. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
13. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
17. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
6. Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
7. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
8. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
9. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
10. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)
Dx 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d mual muntah
NOC :
• Nutritional Status : food and Fluid Intake
• Nutritional Status : nutrient Intake
• Weight control
Kriteria Hasil :
v Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
v Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
v Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
v Tidak ada tanda tanda malnutrisi
v Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
NIC :
Nutrition Management
1. Kaji adanya alergi makanan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
5. Berikan substansi gula
6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
7. Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
11. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
4. Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
5. Monitor lingkungan selama makan
6. Timbang popok/pembalut jika diperlukan
7. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
8. Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan
9. Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin )
10. Monitor vital sign
11. Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian
12. Kolaborasi pemberian cairan IV
13. Monitor status nutrisi
14. Berikan cairan
15. Berikan diuretik sesuai interuksi
16. Berikan cairan IV pada suhu ruangan
17. Dorong masukan oral
18. Berikan penggantian nesogatrik sesuai output
19. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
20. Tawarkan snack ( jus buah, buah segar )
21. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk
22. Atur kemungkinan tranfusi
23. Persiapan untuk tranfusi
24. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
25. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
26. Monitor turgor kulit
27. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
28. Monitor mual dan muntah
29. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
30. Monitor makanan kesukaan
31. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
32. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
33. Monitor kalori dan intake nuntrisi
34. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
35. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
Dx 3 : Defisit volume cairan b.d diaphoresis, mual, muntah
NOC:
• Fluid balance
• Hydration
• Nutritional Status : Food and Fluid Intake
Kriteria hasila:
v Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal
v Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
v Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
NIC :
Fluid management
1. Timbang popok/pembalut jika diperlukan
2. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
3. Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan
4. Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin )
5. Monitor vital sign
6. Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian
7. Kolaborasi pemberian cairan IV
8. Monitor status nutrisi
9. Berikan cairan
10. Berikan diuretik sesuai interuksi
11. Berikan cairan IV pada suhu ruangan
12. Dorong masukan oral
13. Berikan penggantian nesogatrik sesuai output
14. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
15. Tawarkan snack ( jus buah, buah segar )
16. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk
17. Atur kemungkinan tranfusi
18. Persiapan untuk tranfusi
4.Dx: Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
NOC :
v Kowlwdge : disease process
v Kowledge : health Behavior
Kriteria Hasil :
v Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan
v Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
v Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya
NIC :
Teaching : disease Process
1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik
2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat
6. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
7. Hindari harapan yang kosong
8. Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat
9. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
11. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat
13. Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara yang tepat
14. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pankreatitis adalah peradangan kelenjar pankreas. Tanda dari gejala ini adalah rasa sakit pada uluhati yang amat sangat, suhu badan yang meningkat, muntah hebat. Penyebab dari pankeatitis adalah idiopatik (artinya tidak diketahui secara pasti), tetapi ada kecenderungan yang harus dilacak adalah apakah terdapat batu pada saluran empedu, kadar trigliserida yang tinggi. Petanda laboratorium yang dipakai adalah tingginya kadar amilase dan lipase. Pengobatan pankreatitis dengan puasa (tidak boleh makan dan minum), serta antibiotik yang penetrasi ke jaringan pankreas tinggi.
B. SARAN
Untuk menangani pasien dengan pankreatitis, perawat diharapkan mampu memahami secara keseluruhan baik konsep medis maupun konsep keperawatan sehingga pasien dengan pankreatitis dapat tertolog segera. Perawat sangat perlu memahami tindakan-tindakan dan penaganan secara darurat pada pasien dengan pankreatitis
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer and Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : EGC
Marlynn, E, Doengeos. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC
Brunner & Suddart(2002). Keperawatan Medikal Bedah .Jakarta: EGC
Waluyo.(2001). Cermin Dunia Kedokteran. No. 82. Jakarta
Terimkasih sudah berkunjung ke Blog Pengetahuan. Budayakan untuk berkomentar yang baik dan sesuai dengan materi postingan, komentar yang terlalu singkat kami anggap Spam dan tidak kami tanggapi
EmoticonEmoticon